TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Masalah dana sering menjadi alasan bagi pengelola museum untuk berkembang.
Anggota The International Council of Museum (ICOM), Ina Silas, tidak menyangkal banyak museum yang mengeluhkan masalah dana.
Ina selama ini sering memberikan sosialisasi manajemen museum profesional di berbagai daerah di Indonesia.
Dari pengalaman berinteraksi dengan lembaga museum yang dikelola swasta maupun pemerintah, pengelolaan banyak yang tidak sesuai dengan kriteria ICOM.
“Mereka ada kok yang tahu bagaimana mengelola museum secara profesional. Namun tidak itu dilakukan karena terbentur dana,” ujarnya.
Untuk mengelola museum secara profesional, memang dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
Apalagi, lanjut dia, ICOM mengamanatkan lembaga museum tidak berorientasi profit atau keuntungan finansial.
Masalah inilah yang membuat museum tidak berkembang sehingga kurang digemari masyarakat.
General Manager House of Sampoerna ini memberikan masukan kepada pengelola museum terutama milik pemerintah.
Jalan keluar dari tingginya pendanaan museum, menurut dia, adalah dengan membentuk yayasan. Artinya, museum dikelola yayasan, bukan dinas di bawah pemerintah.
Dengan berbentuk yayasan, lanjut Ina, pengelola bisa membuka kran pendanaan.
Selama ini, pendanaan yang bersumber pada APBD dianggapnya tidak efektif.
Pasalnya, politik anggaran pemerintah belum berorientasi pada pengembangan museum sebagai bagian dari pembangunan karakter.
“Dengan berbentuk yayasan, pengelola bisa melibatkan masyarakat untuk mengembangkan museum. Namun begitu, masuknya dana dari luar memiliki konsekuensi yang tidak sederhana. Pengelola harus berani terbuka atau transparan terhadap publik, khususnya masalah keuangan,” ujarnya.