Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Penjuaal nasi kuning itu merasa lega. Pengadilan Negeri Sangatta mengabulkan sebagian gugatannya terhadap tiga pimpinan DPRD Kutai Timur periode 2009-2014. Ia mengapresiasi keputusan hakim, meskipun masih mengambil sikap pikir-pikir.
Marjaki, nama penjual nasi kuning plus jamu aduk itu, masih tak habis pikir, mengapa tiga pimpinan DPRD Kutim periode lalu dengan mudahnya mengabaikan SK Gubernur Kaltim pada Oktober 2013 yang memutuskan pengangkatannya sebagai anggota DPRD Kutim.
Marjaki, caleg Partai Kedaulatan pada pemilu legislatif 2009, diangkat dengan SK Gubernur melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW) menggantikan rekan separtainya, Yulianus Palangiran, yang pindah ke Partai Demokrat.
Tak hanya Marjaki, Suliansyah, rekannya di Partai Kedaulatan diangkat menggantikan Mastur Djalal setelah pindah ke Partai Hanura. Saat itu, setiap caleg 2014 yang pindah partai wajib mundur dari partai asalnya. Meski belakangan aturan ini direvisi sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sempat menempuh beberapa langkah, "kemenangan" Marjaki menjadi lengkap saat Pengadilan Negeri Sangatta, yang dipimpin hakim Ahmad Ukayyat, SH, MH, Rabu (3/12/2014) mengabulkan sebagian gugatannya atas Alfian Aswad, Mahyunadi, dan Harjuna Ali, pimpinan DPRD periode lalu.
Majelis hakim mengabulkan gugatan Marjaki, bahwa pimpinan DPRD Kutim melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengabaikan SK Gubernur Kaltim tentang pemberhentian Yulianus Palangiran dan Mastur Djalal, serta pengangkatan Marjaki dan Suliansyah sebagai anggota DPRD Kutim,
Adapun isi gugatan yang tidak dikabulkan adalah ganti rugi immateriil senilai Rp 40 miliar plus lima rupiah, atas perasaan kecewa dan malu karena batalnya pelantikan yang sudah dijadwalkan tanggal 12 November 2013. Pertimbangannya, kerugian tersebut sifatnya tidak terukur dan sulit dibuktikan.
Majelis hakim hanya meminta ketiga mantan pimpinan DPRD tersebut (kini Mahyundi dan Alfian Aswad masih memimpin DPRD Kutim, red) secara tanggung renteng membayarkan hak Marjaki dan Suliansyah, yaitu gaji sebagai anggota DPRD Kutim selama sembilan bulan.
Artinya, dengan besaran gaji legislator Kutim Rp 18 juta per bulan, Marjaki dan Suliansyah masing-masing berhak menerima "gaji tak sampai" senilai Rp 162 juta atau Rp 324 juta untuk keduanya.
Atas putusan hakim tersebut, Marjaki menyatakan masih pikir-pikir. "Kami masih pikir-pikir. Ada waktu 14 hari. Namun kami mengapresiasi majelis hakim yang masih mempertimbangkan sisi keadilan," katanya, Jumat (5/12/2014).
Putusan ini belum berakhir. Polres Kutim mengindikasikan akan melanjutkan penyelidikan dugaan laporan palsu. Marjaki dan Suliansyah menjadi terlapor dalam delik tersebut sejak 12 November 2013. Laporan ini pula yang menjadi alasan pimpinan DPRD Kutim saat itu untuk menunda pelantikan.
Ada pula langkah kasasi yang masih dilakukan Yulianus Palangiran, setelah gugatannya terhadap SK Gubernur Kaltim ditolak PTUN dan PTTUN di Samarinda. "Silakan saja. Sejak awal masalah ini kan karena ada pihak-pihak yang tidak legowo," kata Marjaki.
Langkah Marjaki yang melaporkan Alfian Aswad ke Mabes Polri juga masih berlanjut. "Beberapa pihak terkait juga sudah dimintai keterangan oleh Polda Kaltim. Semoga kebenaran dan keadilan yang menang," katanya.