TRIBUNNEWS.COM, KUDUS- Perjuangan Kuswanto, warga Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kudus untuk mendapat keadilan masih belum tuntas.
Kuswanto masih merasakan sakit di bagian leher, akibat dugaan penyiksaan yang dilakukan oknum anggota Polres Kudus, pada 21 November 2012 silam.
Diceritakan, peristiwa nahas yang menimpanya terjadi saat ia bersama empat orang teman lain, nongkrong di Cafe Perdana, Jalan Lingkar Selatan, Kudus, 21 November 2012, sekitar pukul 18.30.
Tak lama kemudian, datang sekitar 13 polisi berpakaian preman, mengendarai tiga buah mobil.
"Saya dituduh melakukan aksi perampokan di toko penjualan es krim Walls Kudus, yang terjadi beberapa hari sebelumnya," kata Kuswanto, melalui saluran telpon, Senin (8/12/2014).
Disampaikan, tanpa banyak bicara para polisi itu kemudian menyeret ia dan teman-temannya keluar kafe.
Selanjutnya, ia dinaikkan ke dalam mobil, terpisah dari empat teman lainnya.
"Kemudian tangan saya diborgol dan mata dilakban. Di dalam mobil saya dipukuli menggunakan popor pistol, diminta mengakui perbuatan yang sama sekali tak saya lakukan," ujar dia, dengan suara terbata.
Lantaran tak mau mengaku, Kuswanto terus mendapat penyiksaan. Ia kemudian di bawa ke lokasi uji SIM Satlantas Polres Kudus, yang berada di dekat Universitas Muria Kudus (UMK).
"Di sana terus didesak untuk mengaku, karena tetap tak mengaku, saya kemudian disiram bensin dan dibakar," tuturnya.
Tak hanya itu, selanjutnya ia dibawa ke Mapolres, dan masih terus mengalami penyiksaan.
Di sana, ia kemudian disiram cairan, di bekas luka bakar tersebut.
"Saya tak tahu cairan apa, rasanya sakit sekali," kata ayah dua anak tersebut.
Lantaran terus tak mengaku, ia kemudian dilepaskan. Dan beberapa waktu kemudian, dia mengetahui polisi berhasil mengungkap pelaku perampokan sebenarnya.
Diakui, seusai tragedi penyiksaan itu, ia mendapat santunan dari pihak Polres untuk berobat.
Namun, ditandaskannya, santunan tersebut tak cukup untuk membiayai pengobatannya hingga sembuh.
"Sampai sekarang leher saya masih berlubang, dan sering mengeluarkan cairan," tutur dia.
Ditambahkan, untuk membiayai pengobatannya hingga kini, ia harus menjual harta benda yang ia punyai.
Mobil dan banyak perabotan rumah tangganya pun sudah ludes terjual.
"Harta benda saya ludes untuk membiayai pengobatan, ini pun belum sembuh," ujar dia. Saat ini, dikatakannya, ia berada di Jakarta sejak dua pekan lalu. Ia mengadukan permasalahannya ke Komnas HAM.
"Sebelumnya, saya sudah mengadu ke Polda dan Mabes Polri, tapi belum ada tanggapan yang memuaskan," ujar dia.
Lantaran istrinya masih merasa takut dan merasa terancam, ia pun meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Ya, saat ini saya di Jakarta dalam lindungan Komnas HAM dan LPSK," ucapnya
Ditandaskan, paling tidak ia mempunyai tiga tuntutan dalam misinya ke Jakarta.
Pertama, ia meminta oknum yang melakukan penganiayaan terhadapnya diadili sebagaimana mestinya. Kedua, ia meminta agar polisi dan pemerintah membiayai pengobatannya hingga tuntas.
"Saya ingin kembali sehat dan waras, sehingga bisa bekerja untuk menghidupi keluarga seperti dulu lagi," sebut dia.
Kuswanto ingin agar biaya pengobatan yang telah ia keluarkan dari kantung pribadinya diganti secara penuh.