Laporan Wartawan Tribun Timur, Chaerul Fadli
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Berdasarkan data Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Sulsel, produksi rotan (Calamus Rotang) di Sulsel berkurang 35,900 ton dalam kurun tiga tahun terakhir. Sebab, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 menutup pintu ekspor dan membatasi kapasitas panen petani rotan sejak Januari 2012.
Kebijakan yang lahir November 2012 tersebut diarahkan untuk menyokong pertumbuhan industri rotan dalam negeri. Hanya saja, tujuan kebijakan meleset dan membuat sektor hulu (industri setengah jadi, petani, pengumpul) dan sektor hilir (industri jadi) rotan merugi.
“Jika produksi dibatasi maka pendapatan kita juga dibatasi,” kata ketua kelompok petani rotan Kota Palopo, Zakaria pada Pertemuan Terbatas Pelaku/Petani Usaha Rotan di New Shogun, Jl Penghibur, Kamis (8/1/2015). Ia menjelaskan, petani rotan di Palopo, bisa menghasilkan sekitar 4-5 ton dalam seminggu sebelum aturan berlaku.
“Saat ini hanya sekitar 500 kilogram (kg) saja karena hanya beberapa ukuran saja yang bisa dipanen. Itupun bergantung kebutuhan hilir,” kata Zakaria. Ia menuturkan, ribuan petani rotan naungannya kini harus mencari sumber dana lain sejak kebijakan tersebut berlaku. Padahal, kata lelaki yang ditaksir berusia 40 tahun ini, Palopo menghasilkan jenis rotan yang dibutuhkan industri domestik, Rotan Lambang.