TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Rani Andriani alias Melisa Aprilia, terpidana mati kasus narkoba, ingin dimakamkan di tempat kelahirannya, yakni di Kabupaten Cianjur jika hukumannya memang benar terlaksana. Keinginan itu sempat dilontarkan kepada kuasa hukumnya, Yudi J, setelah pengajuan grasinya ditolak presiden.
"Saya terus mendampingi Rani hingga pengajuan grasi untuk meringankan hukumnnya. Ketika grasinya ditolak pada 2010, dia mengungkapkan tidak mau dimakamkan di Jakarta tapi di Cianjur saja jika eksekusinya terlaksana," ujar Yudi ketika ditemui, Jumat (16/1/2015).
Selain itu, Yudi menceritakan, Rani pernah mengungkapkan isi hatinya ketika mendapatkan putusan pidana mati sampai di tingkat Mahmakah Agung (MA). Menurutnya, Rani tak percaya dan tak pernah membayangkan bakal menghadapi hukuman seberat itu.
"Kalau bahasa saya Rani itu tidak mengerti dan merasa terjebak karena ia seorang gadis yang masih muda diajak ke Jakarta dan diiming-imingi bekerja oleh orang Afrika. Diberikan pakaian, makan enak, dan sebagainya. Kemudian Rani dipacari, sehingga dia tidak bisa keluar dari situasi seperti itu," ujar Yudi.
Yudi pun menilai, hukuman mati itu sangat tidak adil mengingat putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis mati itu tidak mempertimbangkan aspek piskologis Rani. Selain itu, PN Tangerang tidak menghadirkan psikolog untuk menentukan kelayakan vonis hukuman mati terhadap Rani.
"Waktu kejadian usia Rani di bawah 20 tahun. Rani juga bisa dikatakan juga dari desa dan terjerat kehidupan malam di Jakarta. Dan dalam kasus itu ia sebagai kurir bukan dikatakanlah sebagai bandar. Ini jelas menimbulkan
ketidakadilan yang baru. Sementara banyak bandar-bandar narkoba dalam kasus besar hukumannya di bawah 20 tahun," ujar Yudi. (cis)