News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menengok Lebih Dekat Seni Memanah Ala Mataraman

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jemparingan, seni memanah tradisional zaman Mataram. Tapi kini sudah mulai dilupakan.

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Angga Purnama

TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Menjajaki Dusun Karangnongko, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, pemukiman padat penduduk menjadi pemandangan lazim di daerah yang mengapit Kota Yogyakarta itu.

Namun siapa sangka di tengah deretan rumah yang berhimpitan itu ada lapangan kecil yang digunakan sebagai tempat latihan memanah oleh sekelompok orang. Mereka sedang berlatih Jemparingan, seni memanah ala Mataram.

Anak panah mereka arahkan ke bandul atau sasaran kecil yang tergantung. Sasaran yang terbuat dari buntalan kain berwarna merah, kuning, dan putih ini diletakkan hampir 20 meter dari tempat duduk pemanah.

Minggu (15/3/2015) siang, terlihat beberapa pemanah sedang unjuk gigi memperlihatkan kemampuannya melepaskan anak panah untuk mengenai target. Sepintas terlihat mudah, namun seni olahraga ini membutuhkan konsentrasi tinggi.

Sembari duduk bersila, mata mereka awas memperkirakan hempasan angin yang dapat mengganggu lesatan anak panah bermata logam itu. Setelah yakin bidikan menyasar target, pemanah akan melepaskan anak panah. Busur panah ala Mataram tak memiliki pisir atau pembidik seperti dimiliki busur modern.

Suasana itu menjadi pemandangan di Padepokan Jemparingan Dewondanu, sebuah pusat pelatihan seni dan olahraga panahan gaya Mataram. Adalah Tubagus Ali Musthofa, pembina padepokan sekaligus empu senjata mataraman, mengatakan jemparingan merupakan salah satu seni tradisi dari Yogyakarta yang saat ini masih eksis.

“Seni ini juga dapat dijadikan olahraga khususnya melatih konsenterasi sekaligus pengendalian diri. Dengan demikian, pikiran dapat fokus,” papar Tubagus kepada Tribun Jogja.

Menurutnya, seni ini dapat dipelajari oleh semua orang dari berbagai macam latar belakang maupun umur. Namun untuk menguasainya bukanlah perkara mudah. Bakat dan kecakapan seseorang yang baru belajar memanah menjadi penentu.

“Ada yang satu tahun belum bisa, ada pula yang baru satu bulan saja sudah mahir. Tergantung bakatnya dan bagaimana ia mengenali busur ataupun dirinya sendiri, karena ini seni,” ungkap pria yang akrab dipanggil Gus Mus itu.

Sebagai seni tradisional, pembuatan busur gaya Mataram yang disebut gendewa itu pun harus melalui proses yang panjang. Hal ini dilakukan agar kondisi gendewa sesuai dengan pemanahnya.

“Ada hal khusus dan tidak bisa dikira-kira. Karena sebagai senjata, gendewa harus sesuai dengan pemegangnya. Untuk itu mulai dari bahan hingga ukurannya pun harus pas,” katanya menjelaskan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini