Ia menceritakan, Hamidah yang berasal dari Banyuwangi dan tinggal di Poh Gading, Jimbaran, ini melahirkan Angeline delapan tahun silam di klinik bersalin yang terletak di kawasan Canggu, Kuta Utara.
Saat itu, kondisi dari Hamidah tidak mempunyai cukup uang untuk membayar biaya persalinan Angeline.
Namun, tiba-tiba Margareith CH Megawe, yang baru dikenalnya di klinik tersebut dengan nama Bu Telli menawarkan bantuan untuk membiayai persalinan Angeline. Namun, dengan syarat Margareith harus diijinkan untuk mengadopsi Angeline.
"Setahu saya ada kesepakatan keduanya bahwa Angeline dapat kembali dengan Hamidah setelah berusia 17 tahun. Namun, jika terkait catatan atau dokumen tertentu terkait pengadopsian Angeline kepada Margareith, saya kurang paham," ujar Supri sembari menenangkan Hamidah yang terus menangis histeris.
Tiga hari setelah persalinan, Angeline pun dibawa oleh Margareith. Dan, semenjak itu Hamidah tidak sekalipun dapat bertemu dengan putrinya tersebut. Bahkan, mulai saat itu Hamidah putus kontak dengan Margareith.
Warisan Ayah Angkat dari AS
Saat disinggung mengenai keberadaan suami dari Hamidah, Supri mengaku kurang mengetahui keberadaannya. "Hamidah dan suaminya sudah cukup lama pisah ranjang. Setahu saya di bekerja dan tinggal di Sanur. Entah, katanya dia sempat ke sini tadi atau tidak," ujarnya.
Terkait dengan isu warisan yang diberikan kepada Angeline oleh ayah angkatnya, suami Margareith yang berasal dari Amerika Serikat, Hamidah hanya bisa menggelengkan kepala dan Supri pun tidak tahu menahu.
"Saya, bahkan Hamidah tidak pernah bertemu dengan ayah angkat Angeline, jadi tidak pernah tahu permasalahan warisan tersebut," terang Supri.
Tangis dan ekspresi kesedihan yang mendalam tidak bisa lagi dibendung oleh Hamidah. Ia sangat merasa kehilangan putrinya tersebut meskipun selama delapan tahun terakhir tidak dapat bertemu.
"Ibu belum sempat ketemu kamu nak...mengapa kamu meninggal dengan cara seperti ini? Yang bunuh kamu harus mati nak...harus mati..Saya tidak terima," histeris Hamidah sembari tersimpuh memegangi gagang pintu kamar mayat yang saat itu dalam keadaan dikunci.
Hamidah pun berkali-kali sempat berujar dengan emosi akan membunuh orang yang tega merengut nyawa putrinya.
"Kenapa anakku dibunuh? Kenapa tidak dikasi ke aku? Aku masih sanggup hidupi anakku... Aku mau yang bunuh itu hukum mati...hukum mati saja segera...," teriak Hamidah dengan luapan nada suara yang emosional.
Bahkan, Hamidah sempat meluapkan emosinya dengan menendang kereta dorong berisi jenazah yang berada tepat di hadapanya.