TRIBUNNEWS.COM. SOLO- Tanggal 11 Juli lalu, Kelomppk Wayang Orang Sriwedari genap berusia 105 tahun. Ada orang-orang hebat berada di balik tetap bertahannya seni tradisi ini, meski mereka tidak bergaji tinggi.
Jarum di jam tangan menunjukkan angka sembilan, Kamis (23/7). Suasana di bagian depan Gedung Wayang Orang Taman Sriwedari begitu sepi. Pintu depan gedung juga masih tertutup rapat. Ruang kaca loket penjualan tiket juga masih tertutup tirai.
Suasana berbeda ada di bagian belakang gedung,. Sejumlah orang terlihat sibuk. Ada yang sedang bermake up. mengenakan beskap Jawa dan sebagian terlihat sedang serius berdiskusi.
Mereka adalah pemain, anggota pengrawit atau pemain gamelan dan sinden wayang orang Sriwedari. Sebagian di antara mereka adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan tenaga honorer.
"Total ada 68 orang anggota wayang orang Sriwedari. 50 orang di antaranya adalah pegawai negeri sipil," ujar Koordinator Wayang Orang Sriwedari, Agus Prasetyo, mengawali perbincangan dengan Tribun Jateng.
Menurut pengrawit senior, Suparno (48), beberapa tahun lalu, sebanyak 70 orang kru Wayang Orang Sriwedari diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) oleh Kementerian Pariwisata. Sayangnya, tidak semua anggota ditempatkan di Sriwedari. Sebagian harus pindah ke gedung kesenian di Semarang, Yogyakarta hingga Surabaya.
Para pegiat wayang orang yang PNS dan tenaga honorer, otomatis mendapat gaji dari pemerintah. Besaran uang yang diterima setiap bulan sesuai upah minimum regional (UMR) Solo, Rp 1,2 juta. “Tetapi bisa saja dipotong, karena tidak setiap hari hadir,” tegas Suparno yang diamini Agus.
Setiap anggota Wayang Orang Sriwedari, kata Agus, punya kewajiban hadir setiap pentas pada Senin sampai Sabtu. “Minggu malam, pentas libur,” tambahnya.
Mereka, lanjutnya, biasanya datang sekitar pukul 17.00. Dilanjutkan pembagian peran dan pada pukul 20.00 pentas dimulai. “Sebelum main biasanya ada koordinasi akan menampilkan berapa adegan," ujarnya.
Khusus 20 personel pengrawit termasuk tiga pesinden, biasanya langsung tampil tanpa latihan. Mereka sudah hapal gending yang dibawakan, baik untuk cerita Ramayana maupun Mahabharata. Bahkan, efek gamelan untuk menyemarakkan alur cerita pun sudah hapal.
Satu di antara para anggota Wayang Orang Sriwedari itu adalah Sulistyanto (54). Laki-laki yang akrab disapa Sulis ini bergabung dengan Wayang Orang Sriwedari sejak 1996. Saat itu, ia hanya tenaga honorer yang dibayar Rp 35.000 per bulan. “Saya juga jadi guru SD untuk mendapatkan tambahan penghasilan,” tambahnya.
Beberapa bulan kemudian, lanjutnya, Sulis mendapat gaji Rp 75.000 per bulan. Beruntung, pada tahun 2000-an ia diangkat menjadi PNS oleh Kementerian Pariwisata.
“Bayarannya nggak banyak. Tetapi karena kecintaan kami pada budaya Jawa ini, kami masih tetap eksis. Bahkan di hari libur Lebaran tetap tampil," tandasnya.
Kecintaan Sulis dan puluhan pegiat Wayang Orang Sriwedari memang patut diacungi jempol. Bukan hanya karena bayaran rendah, mereka pun tak pernah patah arang meski peminat seni tradisi ini makin surut. “Padahal harga tiket masuk cuma Rp 3.000,” tambahnya.
"Pernah penontonya bisa dihitung jari karena musim hujan. Tetapi ya tetap main dari awal sampai akhir. Bedanya ya semangatnya. Kalau ditonton banyak orang pasti semangat berlipat-lipat," ujar Sulis, yang diamini Suparno. Beruntung, lanjut Suparno, kehadiran media sosial membuat eksistensi Wayang Orang Sriwedari makin dikenal orang dan membuat jumlah penontonnya cukup stabil. (tribunjateng/suharno)