"Saya protes kepada bapak dan mama. Mengapa saya orang Katolik, diberi nama campur Jawa dan Muslim. Saya minta mama dan bapak mengubah nama saya. Kata mama, bisa saja, tetapi untuk permandian ulang tidak bisa dilakukan karena peraturan agama Katolik hanya sekali permandian dalam hidup seseorang (yang beriman Katolik)", jelas Agus.
Ia menjelaskan, sang ibu menuturkan kepadanya bahwa nama-nama campuran itu merupakan warisan nenek moyang.
"Pencampuran nama-nama itu menggambarkan atau menyimbolkan kemajemukan dan persatuan antara orang Muslim dan Katolik di daerah kami," terangnya.
Fransiskus Soleman, warga Manggarai lainnya, juga mengakui hal tersebut.
Fransiskus diambil dari nama santo, sedangkan Soleman dari dari nama rohaniwan Pater Fransiskus Soleman, SVD, yang saat itu pastor paroki pertama di Dampek, Kecamatan Lamba Leda.
Frans mengakui mereka berasal dari garis keturunan orang Muslim yang kemudian terjadi kawin campur sehingga orangtuanya beragama Katolik.
"Saya tidak pernah merasa malu. Saat masih kecil saya tanya kepada orangtua saya. Jawaban mereka karena kami keturunan Muslim sehingga nama Muslim itu juga berasal dari nama keluarga. Sampai sekarang ada keluarga kami yang beragama Muslim," tutur Frans.
Cerita senada disampaikan dr Husein Pancratius. Anak sulungnya bernama Edward Sulaiman Geong. Nama itu mengingatkan bahwa nenek moyang mereka beragama Islam, dan orang Islam adalah saudara bukan musuhmu.
Anak kedua dan ketiga bernama Aloysius Rahmad Aliman, Fransikus Xaferius Nur Arifin. Anak keempat, Natalia Siti.
Cucu pertama saya namanya Umar, cucu dari anak kedua Asis, dan cucu dari anak ketiga Ahmad, walau ada nama baptis mereka.
Mereka menanyakan karena aneh, tapi saya sampaikan bahwa nenek moyang mereka beragama Islam.
Dokter Husein mengaku saat SD, SMP sampai SMA tak ada yang tanya mengapa diberi nama Husein, padahal berkeyakinan Katolik.
"Yang tanya justru waktu saya di Kupang tahun 1983. Ada jeleknya. Saat bulan puasa orang tidak kasih saya makan. Orang sudah siapkan makanan dengan lauk daging babi untuk rombongan, karena lihat saya, makannya ditunda karena harus bunuh kambing dulu. Ini susahnya. Tetapi baiknya juga, saat ke Jawa, teman-teman yang Islam, mereka tawarkan saya salat bersama. Pak Husein kok tak sholat. Ini susah. Saat tidur satu kamar baru disampaikan kalau saya Katolik. Tetapi famili saya banyak yang Islam," cerita Husein.