TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Kekosongan kekuasaan di Nahdlatul Ulama terjadi pasca Said Aqil Siradj menyatakan dirinya demisioner dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rabu (5/8/2015) siang.
Beberapa jam setelah Said Agil menegaskan demisioner, pertemun mendadak oleh para peserta Muktamar ke-33 NU terjadi di Ponpes Tebu Ireng, Jombang, Rabu (5/8/2015) malam.
Pertemuan itu terjadi sekitar pukul 18.00 wib, dua jam sebelum pemilihan Rais Aam oleh semibilan Kiai Ahwa dilakukan di Alun-alun Jombang, pukul 20.00. Hadir dalam pertemuan itu, KH Hasyim Muzadi, KH Solahudin Wahid atau Gus Solah dan mantan Katib Aam Syuriyah PBNU Malik Madani.
KH Hasyim Muzadi datang terlebih dahulu ke dalam ruang pertemuan. Kedatangannya disambut Salawat oleh para peserta. Sesekali terdengar juga teriakan Allahu Akbar dari para peserta yang ada di dalam ruangan.
Dengan langkah pelan, KH Hasyim Muzadi menuju panggung depan. Setiap mata para peserta tertuju padanya sejak masuk hingga duduk di posisi paling depan.
Mengawali pidatonya, ia menegaskan kalau pertemuan itu bukanlah untuk membentuk Muktamar atau Ahwa tandingan. Pertemuan itu merupakan reaksi ketidakpuasan para peserta terhadap gelaran Muktamar ke 33 NU di Jombang.
"Sebaiknya saudara-saudara mengambil keputusan untuk kebaikan NU. Semisal meminta waktu kepada panitia untuk memberikan pandangan umum. Satu yang saya minta, jangan membuat NU tandingan," kata Hasyim Muzadi dengan suara yang pelan.
Hasyim menilai, Muktamar ke 33 NU kali ini tidak sehat. Belum berhenti di situ, Hasyim Muzadi juga menegaskan tidak akan maju menjadi calon Rais Aam, baik dipilih oleh para peserta yang melakukan pertemuan atau oleh sembilan kiai yang masuk sebagai anggota Ahwa. "Saya tidak akan maju sebagai Rais Aam," ucapnya.
Setelah memberikan wejangan sekitar 10 menit, Hasyim Muzadi meninggalkan ruangan pertemuan. Tidak lama setelah keluar ruangan, giliran Gus Solah yang masuk ke dalam ruang rapat.
Sama persis seperti saat Hasyim Muzadi tiba, lantunan Salawat terdengar mengiringi langkah Gus Solah menuju mimbar. Ada Malik Madani yang menyusul dari belakang. Ia duduk di sebelah Gus Solah.
Malik Madani mengungkapkan, Muktamar ke 33 NU di Jombang penuh dengan hal-hal yang menyakitkan NU, orang lain, bangsa dan dunia.
"Muktamar kali ini adalah muktamar paling bermasalah sepanjang penyelenggaran Muktamar NU. Saya tidak mendukung siapa pun. Saya hanya Malik Madani," papar Malik.
Berselang beberapa menit, Gus Solah angkat bicara. Senada dengan Hasyim Muzadi, Gus Solah berpesan kepada para peserta tidak menggelar muktamar tandingan maupun NU tandingan. Pemikiran seperti itu hanya akan membuat NU terpecah belah.
"Jangan sampai NU pecah di Tebu Ireng, kalau Pak Malik tidak setuju, apalagi saya?" katanya disambut tepuk tangan para peserta.
Mengomentari tentang sistem Ahwa, Gus Solah menilai sistem Ahwa yang ada di Muktamar ke-33 NU kali ini adalah suatu yang cacat hukum. Mekanisme yang terjadi hingga terpilihnya sistem Ahwa dianggap tidak sesuai dengan prosedur.
"DI sidang pleno hari ini, memilih Ahwa dengan cara daftar. Ada tidak pendaftaran itu? Lalu dari mana datangnya calon-calon itu?" tanya Gus Solah.
Keganjalan lainnya adalah daftar Ahwa itu dibuat setelah Ahwa masuk AD/ART. Gus Solah meminta para peserta yang hadir malam itu tidak berangkat ke Alun-alun Jombang untuk mengikuti sidang pleno.
Kehadiran mereka ke sana tidak akan menghasilkan apa-apa karena panitia tidak pernah menerima suara yang dipaparkan. "Jadi itu cacat hukum. Rais Aam cacat hukum, PBNU juga cacat hukum," tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut, mereka bersepakat melakukan gugatan ke Pengadilan terhadap PBNU demesioner yang menjadi penanggungjawab pagelaran Muktamar ke 33 NU di Jombang karena dianggap telah melahirkan produk muktamar yang tidak benar.
Dalam pertemuan itu, hadir sekitar 29 Perwakilan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan 372 Perwakilan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU).
Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok.
LIKE Facebook Page www.facebook.com/SURYAonline
FOLLOW www.twitter.com/portalSURYA
Penulis: Sugiyono