Modus trafficking itu alurnya mulai dari perekrutan, pengiriman, penampungan selanjutnya disebar di daerah tertentu.
Anggreni menyarankan agar ketika melamar pekerjaan itu harus teliti mengenai fasilitas yang diberikan, terlebih jika di luar negeri.
"Calon pekerja harus tahu dokumen-dokumen penting yang harus disepakati seperti dokumen kontrak," tuturnya.
Dia juga mengingatkan, Bali mengalami tantangan besar karena banyak modus yang dilakukan.
"Bali sebagai daerah pariwisata memiliki potensi yang besar dijadikan modus traffiking untuk prostitusi perempuan dan anak dari luar daerah."
Divisi Hukum Migrant Care, Syaipul Anas, menginginkan adanya Rativikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak Pembantu Rumah Tangga dan mengesahkan RUU Perlindungan Kerja Rumah Tangga.
"Ke depannya, saya ingin mewujudkan peraturan imigrasi mulai dari tingkat desa, peraturan gubernur hingga pemerintahan pusat. Dengan demikian dapat meminimalkan perdagangan manusia," paparnya.
Dekan Fakultas Hukum, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, mengatakan kasus perdagangan manusia hingga saat ini masih sulit tersentuh hukum.
“Perlu langkah aktif dalam pencegahan dan penanggulangannya,” katanya.
Ia menyebut kasus ini seperti fenomea gunung es, banyak faktor yang berperan termasuk soal faktor ekonomi, sosial dan budaya.
Sayangnya belum diketahui jumlah kasus ini di Bali.
Jessie Brunner, dari WSD HANDA Center, menyampaikan tentang pendekatan yang dilakukan saat pengumpulan data untuk perdagangan manusia.
"Data yang valid itu sangat penting untuk pencegahan perdagangan manusia yang efektif dan respon yang strategis," jelas Jessie. (*)