TRIBUNNEWS.COM.GIANYAR - Tiga kali sudah warga Desa Pekraman Suwat, Gianyar, Bali menggelar rapat internal terkait permasalahan uang yang dugaannya mencapai Rp 2 miliar di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) setempat.
Namun rapat itu tak ada hasil, warga kemudian melaporkan kasus ini ke Polres Gianyar.
"Kami melaporkan ketua, sekretaris dan bendahara atas dugaan korupsi uang LPD. Dugaan awal hampir Rp 2 miliar besarnya," kata perwakilan warga, Ngakan Putu Sudibya kepada Tribun Bali, Rabu (19/8/2015).
Laporan ini dilakukan kata dia lantaran tiga kali pertemuan warga dengan pengurus LPD tidak menemukan kesepakatan.
Warga melaporkan pengurus LPD pada Rabu (19/8/2015), pukul 10.00 Wita.
Sekitar 20 orang yang berpakaian adat madya mendatangi Mapolres Gianyar.
Kedatangan warga juga didampingi prajuru adat maupun dinas serta petugas Bimas dan petugas Babinsa setempat.
Kasus ini berawal dari kesulitan likuiditas di LPD Suwat.
Saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) pertengahan Juni 2015, pengurus dianggap tidak bisa menyampaikan laporan kinerja.
Di hadapan warga, pengurus mengklaim LPD dalam kondisi keuangan yang sehat.
Namun masalah ini kemudian meledak saat nasabah ingin menarik tabungannya, mereka tak bisa menarik uang.
Kondisi ini menjadi pemantik munculnya keraguan.
Mereka menuntut transparansi keuangan LPD.
Karena adanya desakan, Bendesa Adat Suwat, I Wayan Sukamerta akhirnya menyanggupi akan menyertakan tiga pengurus LPD yakni ketua, SAR, bendahara, NMS dan sekretaris, NN.
Pada rapat pertama tidak ada hasil yang memuaskan warga, rapat kedua hingga ketiga juga belum memuaskan nasabah.
Polemik transparansi keuangan LPD Desa Pekraman Suwat kian membesar.
Sebuah tim kecil yang beranggotakan tiga kelihan adat dan dua warga ini melakukan pengecekan langsung ke kantor LPD.
Pertentangan kembali terjadi.
Yang paling mencengangkan, ada pengakuan bahwa pengurus telah membakar sejumlah dokumen.
"Saat kami tanya kenapa dibakar, mereka bilang 'sudah menjadi kesepakatan bersama'," ungkapnya.
Selain itu, pengurus juga diminta untuk menandatangani surat perjanjian yang isinya bahwa mereka siap bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di LPD termasuk dana nasabah. Namun, tawaran ditolak.
Tak satupun dari mereka yang bersedia menandatangani surat perjanjian itu.
Atas pertimbangan ini, kasusnya kemudian dibawa ke ranah hukum.
"Ada tiga poin yang kami catat. Pengurus mengakui bersama-sama telah membuat pelaporan fiktif, membakar dokumen serta menggelapkan dana masyarakat dan nasabah. Mereka tidak mau tanda tangani surat perjanjian. Kami semua memutuskan untuk menempuh jalur hukum," ungkap Ngakan Sudibya. (*)