TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Bandar sabu yang juga seorang residivis, Lugiyantoro, bisa sedikit tersenyum setelah Ketua Majelis Hakim Lindi Kusumaningtyas tidak menjatuhkan vonis maksimal dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (7/10/2015).
Pria yang akrab disapa Yanto itu hanya divonis sembilan tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Rahman yang menuntut 12 tahun penjara.
“Terdakwa melanggar Pasal 114 Ayat 1 UU UU 35/2009 tentang Narkotika. Terdakwa terbukti menjadi perantara dalam jual beli narkotika,” kata Lindi.
Meskipun hukumannya lebih ringan dari tuntutan jaksa, Yanto tidak langsung menerima hukuman itu dan minta waktu untuk pikir-pikir terkait keputusan majelis hakim.
Bukan hanya Yanto yang minta waktu untuk memikirkan menerima atau mengambil langkah hukum lanjutan. Jaksa pun minta waktu untuk berpikir. “Saya juga pikir-pikir, Pak Hakim,” kata Jaksa Nur Rahman.
Bukan hanya sekali ini Yanto berurusan dengan hukum akibat narkoba. Sebelum ditangkap anggota Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim, Februari 2015, Yanto sudah mendekam Lapas Porong menjalani hukuman penjara 7,5 tahun karena kasus yang sama.
Terbongkarnya sindikat narkoba di Lapas ini bermula dari penangkapan Roni Rosiawan (33) di Pandaan. Anggota BNNP menyita sabu seberat lima gram saat menggeledah tubuh Roni.
Untuk pengembangan kasus ini, Roni langsung dikeler ke Kantor BNNP. Dalam pemeriksaan inilah Roni menyebut nama Yanto yang sedang mendekam di Lapas Porong.
Anggota BNNP pun langsung bergerak ke Lapas Porong untuk memeriksa Yanto.
Petugas memang tidak menemukan sabu di Lapas Porong. Petugas hanya menemukan ponsel yang dibuat mengendalikan bisnis sabu, disimpan dalam bandal.