TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Wacana Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY untuk menerapkan kebijakan lima hari sekolah, ditanggapi beragam oleh orangtua, siswa hingga guru.
Sebelum kebijakan ini diterapkan, menurut mereka sebaiknya pihak terkait melihat dampak yang akan ditimbulkan.
Ita Mustofa, wali murid satu SMA Negeri di Yogyakarta mengaku tidak setuju dengan wacana kebijakan itu.
Selain beban orangtua untuk memberi uang saku pada anak bertambah, juga waktu belajar siswa di rumah dikhawatirkan menjadi tidak ada.
“Karena semisal anak-anak seharian full di sekolah, berangkat dari rumah jam 06.00 dan pulang sore menjelang malam, anak-anak pasti kecapaian".
"Sampai rumah langsung tidur. Waktu untuk berinteraksi dengan keluarga atau belajar menjadi tidak ada,” ucap Ita, sapaan akrabnya, Kamis (8/10/2015).
Selain itu jika kebijakan ini jadi dilaksanakan, dia mempertanyakan terkait waktu siswa untuk berorganisasi maupun mengikuti lomba.
Pasalnya jam belajar yang seharusnya dilahap selama enam hari menjadi lima hari. Tentu akan memberatkan siswa yang aktif berorganisasi dan gemar mengikuti lomba.
Sementara Wakil Kepala (Waka) Kesiswaan SMA Negeri 5 Yogyakarta, Fadiyah Suryani, mengatakan dibanding Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dibuat lima hari, pihaknya merasa lebih nyaman dengan enam hari.
Sebab, waktu yang tersedia menjadi lebih longgar.
“Menurut pendapat pribadi saya, lebih enjoy KBM enam hari. Karena kita tidak seperti di Jakarta yang kendaraannya sangat padat dan perjalanan rumah ke sekolah jauh".
"Saya rasa KBM enam hari tidak ada masalah,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Disdikpora DIY, Baskoro Aji mengatakan pihaknya berencana untuk menerapkan kebijakan KBM selama lima hari. Seperti yang sudah diterapkan beberapa daerah lain.
Akan tetapi, Aji mengaku masih akan berkonsutasi dengan pihak yang kompeten dalam memahami regulasi tersebut. Terutama soal dampak yang akan ditimbulkan dari penerapan kebijakan itu. (*)