Laporan wartawan Serambi Indonesia, Fikar W Eda
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Sebanyak73 sastrawan dari 10 provinsi di Indonesia, mengunjungi Pesantren Miftahuddin di Desa Oeekam, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu-Minggu (17-18 Oktober). Pesantren tersebut berdiri di tengah pemukiman kristiani.
Miftahuddin merupakan pesantren terbesar dan tertua di Pulau Timor. Pesantren ini didirikan pada 1992, diresmikan oleh Bupati TTS (ketika itu) Piet Tallo.
Para sastrawan tersebut hadir Oeekam sebagai bagian dari program temu sastrawan Mitra Praja Utama (MPU) ke X. Tema pertemuan "Sastra Meretas Perbedaan."
MPU merupakan kerjasama bidang sastra di 10 provinsi. Tuan rumah penyelenggaraan bergiliran tiap tahun. Tahun ini tuan rumah Provinsi NTT. Peserta pertemuan adalah sastrawan yang berdomisili di 10 provinsi anggota MPU. Kegiatan ini diawali pada 2005.
Yohanes Hani, panitia penyelenggara MPU NTT, mengatakan, dipilihnya tema "Sastra Meretas Perbedaan," dimaksudkan sebagai bagian dari usaha menghargai keberagaman Indonesia. "Kami ingin mempersilakan para sastrawan menghayati sendiri harmoni kehidupan di NTT yang jauh dari konflik berbau sara," kata Yohanes.
Pesantren tersebut berdiri bersahaja di tengah-tengah penduduk mayoritas Kristen. "Sebuah harmoni tiada tara. Bahwa penganut Islam dan Kristen berdampingan dalam satu tata kehidupan yang kuat adat, " kata Yohanes lagi.
Selain mengunjungi pesantren Oeekam, pertemuan juga diisi dengan seminar, pertunjukan sastra, dan penerbitan antologi puisi "Tonggak Tegak Toleransi" dan antologi cerita pendek "Indahnya Perbedaan di Tenggara Nusantara."
Seminar menampilkan pembicara Yusri Fajar dari Jawa Timur dan Marsel Robot dari NTT, dua pengamat sastra yang membahas tentang sastra dan masyarakat multikultural.
"Berpuisi, Menari dan Suguhan Sirih"
Tiba di Oeekam, rombongan sastrawan disambut secara adat oleh petua adat Oeekam, Usman Selen. Ia menyampaikan sambutan dalam bahasa "dawan" atau "atowen meto" yang berarti orang dari tanah kering. Seni tutur mereka disebut "natoni. "Lalu selendang tenunan disematkan ke leher penyair dari Banten, Chavchay Saifulloh.
Sekelompok remaja melanjutkan penyambutan tamu dengan tarian "perang." Mengenakan pakaian khas dari tenunan, anak-anak itu tampak begitu lincah. Sembari menghunuskan pedang, mereka bergerak bagai elang, mengitari angkasa. Seperangkat alat musik dimainkan sekelompok perempuan dewasa, mengenakan jilbab penutup kepala. Mereka tampak gembira menyambut tamunya.
Di jajaran sastrawan yang hadir ada Ahmadun Yosi Herfanda, Yahya Andi Syah Putra utusan DKI Jakarta. Chavchay Saifulloh, Dewi Nova, Sulaiman Djaya dan kawan-kawan dari Banten. Tan Lio Ie, Imade Suantha cs meramaikan delegasi Bali. Wijang Warek, Suseno dkk dari Jawa Tengah.
Juga Hamdy Salad, Mustofa W. Hasyim dkk dari Yogyakarta, Afrilia Utami, Rudy Aliruda dkk dari Jawa Barat, dan banyak lagi.