News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Puisi dan Tarian Oeekam di Pedalaman Timor

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sastrawan disambut tarian adat

"Begitulah cara kami di sini. Berbeda dengan daerah lain, " kata Goliat Nobisa sambil terus mengunyah sirih.

"Oe" artinya air. Ekam adalah nama sejenis tanaman mirip pandan. Nama Oeekam berarti air dari tanaman ekam. Air adalah benda sangat berharga. Ketika musim kering melanda, warga harus mencari air di lembah. Untuk kebutuhan sastrawan ketika itu, air diambil dari lokasi sejauh 10 kilometer dari pesantren.

Pesantren tersebut menyediakan fasilitas pendidikan dari PAUD (pendidikan usia dini), sekolah tingkat ibtidaiyah (sekolah dasar), tsanawiyah (sekolah menengah pertama) dan SMK (sekolah menengah kejuruan).

Jumlah guru 38 orang, kualifikasi sarjana 25 orang, setara SMA 7 orang, dan diploma 7 orang. Sembilan orang diantaranya berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah santri seluruhnya 228 orang. Tsanawiyah 75 orang, SMK 65 orang, PAUD 25 orang, dan sisanya siswa ibtidaiyah.

Dalam kunjungan itu, para sastrawan sepakat mendirikan perpustakan yang mereka beri nama Perpustakaan Sastrawan MPU". Sejumlah buku langsung disumbang berikut bantuan dana. "Sekembali dari sini kami akan usahakan berdirinya perpusatakaan secara permanen, " kata Chavchay Saifulloh.

"Gunawan Issu dan Angin Kering Oeekam":

Terbentuknya komunitas Muslim di Oeekam, tak lepas dari peran salah seorang petua adat dan masyarakat setempat Gunawan Issu. Pada kurun 1965-1967, Gunawan memeluk keyakinan sebagai Islam, meninggalkan kepercayaan lamanya.

Pada 1973, Gunawan Issu mengirim 16 kader untuk mendalami Islam ke tanah Jawa, yang kelak kembali ke daerah dan memberi pencerahan di pedalaman Pulau Timor itu.

Di tanah perantauan, para kader tersebut membentuk organisasi pelajar dan mahasiswa Timor. Selanjutnya membentuk yayasan dan mendirikan Pesantren Miftahuddin Oeekam. Tokoh pendirian yayasan itu antara lain Thamrin Manu.

Di tempat nun jauh di pedalaman yang kering NTT, terjalin harmoni kehidupan, tanpa sedikitpun gesekan. Sebuah persenyawaan yang mengalirkan rasa damai, karena diikat dalam satu tali adat. Tanpa perlu menonjol-nonjolkan keyakinan tertentu.

"Agama adalah bagian dari masing-masing pribadi," kata Goliat Nobis lagi. Ia pun lalu menggerakkan tubuhnya, menari gerak elang yang lincah. Jugan Usman Selen seolah tak pernah lelah. Lelaki tua ini mengenakan kopiah hitam di kepala.

Kasmin Teffa, imam masjid Miftahuddin tampak tersenyum bahagia di dekat "umu kebubuk" atau rumah berbubung bulat, saat melayani permintaan foto bersama.

Angin kering Oeekam melepas kepulangan rombongan sastrawan, setelah sarapan pagi dengan gulai daging sapi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini