Sambutan lain yang diterima para tamu adalah suguhan sirih oleh gadis-gadis remaja. Sirih diletakkan dalam "alukmama", sebuah kotak dengan ornamen menarik.
"Suguhan sirih adalah kehormatan," kata Guliat Nobisa, juga tetua adat Oeekam, menjelaskan tentang "diplomasi sirih" tersebut.
Masyarakat tak bisa dilepaskan dari sirih. Sirih berarti juga keikhlasan. "Kita saling berbagi sirih setiap kali pertemuan satu sama lain. Sirih harus selalu ada, kemanapun laki-laki pergi. Istri boleh tinggal di rumah. Tapi tidak bagi tempat sirih," cerita Goliat.
Laki-laki di Oeekam selalu ditemani "oktuke" tempat sirih dan "okos keke" tempat tembaku. Kedua benda budaya itu melekat di tubuh lelaki Oeekam.
Saat memulai komunikasi dengan sesama, selalu dibuka dengan suguhan sirih. Tarian "elang" juga dimainkan pada malam harinya di halaman depan pesantren.
Meski tanpa penerangan, penduduk setempat memperlihatkan gairah dan kegembiraan yang luar biasa. Pria dewasa dan anak-anak silih berganti mengisi lapangan terbuka yang berdebu. Mereka seolah terbang diantara lembah dan padang tandus. Musik riang bertalu dimainkan para perempuan, mengiringi gerak tarian.
Seusai sesi tradisi, tiba-tiba beralih ke suasana lain. Speaker memperdengarkan musik gembira, lalu tanpa dikomando, para penghuni desa langsung membuat format melingkar, menari bersama. Laki laki, remaja, orang-orang tua, anak-anak, tampak berhembira mengikuti irama musik.
Sesekali mereka menggerutu tatkala speaker berhenti mendadak, katika pemutar lagunya macet. Tapi akan langsung menari lagi, sesaat setelah musik menyala.
Penyair asal Banten Dewi Nova, penyair Jawa Barat, Afrilia Utami dan Bambang dari Yogyakarta ikut nimbrung bersama. Memainkan nomor-nomor gembira, bersama penduduk Oeekam, sampai peluh mengucur.
Malam itu, masih di kompleks pesantren bagian belakang, para sastrawan dari masing-masing provinsi juga terlebih dahulu berpuisi dan bernyanyi bersama anak-anak pramuka di lingkaran api unggun.
Penyair Ahmadun Yosi Herfanda, terpesona menyaksikan semua rangkaian pemandangan di peantren itu. "Mereka memiliki tradisi yang sangat kuat," katanya.
" Empat Bibit Satu Lubang":
Oeekam berada di kawasan dataran tinggi. Malam hari udaranya dingin sekali. Siang hari, kering dan gersang. Musim kering lebih panjang di banding musim basah. "Hujan turun rata-rata empat bulan setahun. Selebihnya yang musim kering, " kata Goliat yang beragama Protestan.
Ladang mereka ditanami empat jenis tanaman sekaligus dalam satu lubang tanam, yaitu bibit jagung, labu, dan kacang, juga jenis kacang-kacangan.