TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Tim siswa Sekolah Dasar Al Azhar Semarang, Jawa Tengah, mengharumkan nama bangsa setelah meraih medali perunggu dalam ajang World Creativity Festival di Korea Selatan.
Arya, seorang anggota tim masih kelelahan saat ditemui di rumahnya di Lempongsari, Semarang, Selasa (20/10/2015).
Maklum, ia baru saja terbang selama enam jam dari Korea Selatan ke Indonesia.
"Baru sampai tadi jam satu siang langsung tidur dan ini baru bangun," kata Arya polos sembari mengucek matanya saat ditemui Tribun Jateng.
Putra ketiga calon Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, beserta rekannya, Sanika Putra Ramadhan, meraih medali perunggu di ajang World Creativity Festival di Korea Advanced Institue and Technology (KAIST) Daejon, Korea Selatan, pada 17-18 Oktober lalu.
Karya mereka lemari es tanpa listrik memukau dewan juri yang juga peneliti dan dosen KAIST.
Kedua siswa kelas enam SD Al Azhar 14 Semarang itu berhasil menyingkirkan puluhan peserta dari delapan negara.
"Awalnya saya dan teman-teman hanya browsing di internet tentang tempat menyimpan sayur dan buah tanpa listrik, dari situ kami temukan pasir bisa menjaga suhu menjadi lebih lama," terang Arya.
Ia dan rekannya lalu mencoba memodifikasi idenya dengan membuat lemari es tanpa listrik berbahan stereofoam, pasir, dan air dingin.
Sebelum berangkat ke Korea ia melakukan penelitian di rumah dan di sekolah selama beberapa hari.
"Dari percobaan itu didapati buah dan sayur yang disimpan dalam alat yang kami rangkai tetap segar selama enam hingga tujuh hari. Dari situ kemudian penelitian itu diajukan dan dipraktikkan di Korea," papar bocah yang bercita-cita menjadi dokter tersebut.
Menurut Arya, cukup mudah membuat lemari pendingin tanpa listrik, karena yang dibutuhkan di antaranya hanya kotak stereofoam.
Di dalamnya lalu diletakkan kaleng biskuit untuk menyimpan buah dan sayur. Sekeliling rongga antara kaleng dan kaleng stereofoam lalu diisi pasir dan air dingin untuk menjaga suhu di dalam kaleng tetap sejuk.
Arya dan rekannya juga memperkenalkan kebudayaan Indonesia dengan melapisi boks stereofoam menggunakan kain batik. Ketika melakukan presentasi di hadapan dewan juri dan pengunjung, ia bangga memakai pakaian adat khas Semarang.
Ibunda Arya, Krisseptiana, yang mengawal kegiatan sang anak dari Semarang hingga ke Korea Selatan menyatakan anaknya sempat tegang ketika memberikan presentasi di depan juri.
"Apalagi menggunakan bahasa Inggris karena baru kelas enam, jadi sempat tegang juga. Apalagi pas pengumuman," ujar perempuan yang biasa disapa Tia Hendrar Prihadi itu.
Tak henti-hentinya ia menelepon keluarga di Tanah Air agar mengirimkan doa dan dukungan. "Tapi Alhamdulilah hasilnya tidak mengecewakan," jelas Tia.
Arya menambahkan timnya sempat menghadapi masalah saat presentasi, ketika video yang ditampilkan di powerpoint macet.
“Sempat bingung mau apa di tengah presentasi, tapi kemudian mencoba mengalihkan topik presentasi ke hal lain sehingga tidak terlalu terlihat grogi," papar Arya yang fasih berbahasa Inggris itu.