Laporan Wartawan Tribun Medan Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Nafas Kliwon masih tersengal-sengal saat Tribun Medan mengunjungi di kediamannya. Ia baru pulang menghadiri upacara memperingati Hari Pahlawan sekaligus tabur bunga, di Makam Pahlawan, Selasa (10/11/2015).
Kliwon merupakan satu di antara ribuan pejuang kemerdekaan yang masih hidup dibawa garis kemiskinan.
Warga Komplek Perumahan LVRI (Veteran) Purnawirawan, Pasar 4 Medan Ested, Deliserdang ini memaknai Hari Pahlawan dengan mengenang masa perjuangan melawan Belanda, Jepang dan membasmi DI/TII, serta kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Saya mulai bertugas tahun 1957 di Kops A TB Medan dibawa pimpinan Firman Siregar. Saya sering ditugaskan ke sawit seberang Langkat. Sebelumnya saya sempat kirim ke Aceh untuk memberantas DI/TII dan diberbagai kawasan di Sumut," ujar pria berusia 86 tahun ini.
Setelah pensiun sebagai tentara kini nasib Kliwon semakin sulit. Dia hanya tinggal di rumah semi permanen bersama tiga anak dan beberapa cicit.
Uang pensiunan Rp 2,5 juta yang diterima setiap bulan belum mencukupi biaya hidup.
"Saya pengin kerja, cuma sudah tidak sanggup. Umur saya sudah tua, berjalan saja sulit. Setiap bulan, saya hanya menerima Rp 2,5 juta, sebenarnya tidak cukup tapi saya bersyukur karena masih banyak teman seperjuangan yang bernasib lebih susah," katanya.
Di tengah perbincangan Kliwon memperlihatkan berbagai foto yang terpajang di dinding depan rumah.
Meskipun, beberapa foto buram akibat percikan air hujan lantaran beberapa sudut dinding rumah sudah bolong.
"Pensiunan sebagai tentara tidak cukup. Saya masih hidup miskin, pemerintah kurang memperhatikan nasib para veteran. Makanya, saya hidup dicukup-cukupkan saja. Apalagi sekarang serba mahal. Coba liat rumah, tidak bisa diperbaiki karena tidak punya uang," ujarnya.
Ia mengungkapkan, nasib pejuang Kemerdekaan serba menderita. Bahkan, sebelumnya selepas pensiun sesama teman ada yang bekerja memocok-mocok. Ia berharap pemerintah memikirkan kesejahteraan nasih para pejuang.
"Dulu waktu masih berjuang, saya keluar masuk hutan, seminggu tidak makan nasi dan sekarang sudah pensiun tetap menderita bisa beli beras namun sulit untuk membeli ikan, sayur. Makanya, pejabat yang korupsi itu maunya disel di Nusakambangan karena buat negara hancur," katanya.
Kliwon mengaku ikhlas menjalani kehidupan seperti ini. Baginya, membela negara agar keluarga dan anak cucu merasakan kemerdekaan tanpa adanya ancaman dan bahaya dari penjajah yang bisa membuat hidup dalam ketakutan.
"Saya ikhlas, jadi tentara bukan mendaftarkan diri tapi panggilan negara. Dahulu tidak banyak yang mau jadi tentara. Saya ada kenal teman Tentara dan masuk bersama-sama. Saya bersyukur dan bangga pernah melawan penjajah," ujarnya.