TRIBUNNEWS.COM, SIGLI - Kendati rumah transmigrasi terus dibangun di Satuan Pemukiman (SP) Gampong Pucuk, Geumpang, Pidie, namun sekitar 100 KK justru meninggalkan rumah mereka.
Alasannya, tak betah tinggal di pegunungan itu lantaran tak ada jalan dan makanan pokok.
Geusyik Pucuk Geumpang, Khaidir kepada Serambi mengatakan, di SP V tersebut diperkirakan terdapat 200 Kepala Keluarga (KK) yang menempati lokasi transmigrasi.
Namun, kini tersisa sekitar 100 KK lagi, sedangkan 100 KK lainnya kembali ke kampung asalnya.
“Banyak warga pulang ke kampung asal. Mereka mengeluh kondisi jalan dan kebutuhan pokok sulit didapat di Geumpang,” ujar Khaidir.
Untuk menuju ke ibu kota Geumpang berbelanja belaja kebutuhan pokok, mereka terpaksa jalan kaki sekira 13 km.
“Mulai dari pagi sampai siang baru sampai ke Geumpang. Jalan ke lokasi transmigrasi bebatu dan berbelok mendaki, cukup sulit,” katanya.
Kendaraan roda empat tidak bisa lewat, kecuali mobil doble gardan.
“Kalau naik sepeda motor sulit juga, karena jalan mendaki. Harus hati-hati dan waspada,” terang keuchik, mengutip keterangan warga di sana.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Pidie, Kadri, SH ditemui Serambi, seusai HUT Korpri, Senin (1/12/2015) mengakui ada warga transmigrasi yang tidak betah dan kembali ke kampung asalnya.
“Mereka yang sudah meninggalkan rumah transmigrasi akan kita isi dengan warga lainnya yang akan kita tempatkan di sana,” ujar Kadri.
Menurutnya, lokasi Satuan Pemukiman (SP) transmigrasi itu bernama SP V, terdiri rumah dan penghuni 200 KK.
Kedua SP III, pada tahun 2013 ditempatkan 150 KK, 2014 ditempatkan 35 KK jadi total 185 KK di SP III.
“Tahun ini sedang dibangun 50 rumah, belum penempatan,” kata Kadissosnaker.
Untuk rumah kosong, diupayakan bakal diganti orang lain.
“Sebetulnya sudah ada sertifikat, tapi belum dibagi. Kendala warga tidak betah karena jalan,” terang Kadri.
Pedahal, program awal mereka sudah dibekali menggarap lahan kopi, tanaman sayur mayur, seperti kentang dan tomat.
Jika dikeluhkan faktor jalan, kata Kadri, sebetulnya tahun ini sedang dikerjakan perbaikan yang didanai APBA sekitar Rp 4,2 miliar sepanjang 13 km.
“Kita target di sana bisa ada 500 rumah di SP III. Tetap diupayakan jadi satu kemukiman, “ kata Kadri.
Adapun pembangunan rumah transmograsi ini per unit didanai Rp 36 juta. Konstruksi rumah papan, memiliki WC, dapur, dan dua kamar tidur.
“Tujuan kita tempati warga agar memiliki rumah untuk peningkatan ekonominya,” pungkas Kadri.