"Saya ungsikan anak saya di tempat saudara di Mranggen. Ulatnya banyak banget yang masuk rumah. Kasihan anak-anak saya yang ketakutan. Mau makan susah karena ada ulat dimana-mana, " tutur Sri Wahyuningsih (35).
Sementara Kepala Desa Jragung, Edy Susanto, menjelaskan, kondisi geografis desanya dikelilingi oleh kawasan hutan jati.
Saat musim penghujan, ulat jati mulai bermunculan hingga memasuki pemukiman.
Sejatinya, sambung Edy, warga desanya sudah terbiasa dengan kondisi ini.
Hanya saja, populasi ulat jati saat ini terhitung lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
" Mungkin ini akibat kemarau yang berkepanjangan. Ulat ini sebenarnya tidak berbahaya dan tidak gatal. Jumlahnya kali ini mencapai ribuan tak seperti tahun lalu. Warga biasanya menunggu hingga jadi kepompong, setelah itu diburu untuk dimasak. Ini jadi makanan favorit warga. Dioseng biasanya, " kata Edy. (*)