Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedi Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Konflik Suku Anak Dalam (SAD) dengan masyarakat di desa Kungkai seberang, kecamatan Bangko, kabupaten Merangin belum lama ini sempat membuat heboh warga Jambi.
Menurut KKI Warsi, konflik antara SAD dengan penduduk sekitar bukanlah pertama kali terjadi.
Seperti disampaikan Rudi Syaf, Manajer Komunikasi KKI Warsi Jambi mengatakan, tercatat sejak tahun 1999 hingga 2015 telah terjadi 16 kejadian konflik yang melibatkan Suku Anak Dalam (SAD) dengan masyarakat sekitar.
Konflik berdarah yang cukup parah terjadi pada tahun 2000 lalu yang menewaskan satu keluarga SAD.
"Ini sudah berjalan cukup panjang dari tahun '99 sudah ada 16 kejadian konflik. Dan itu menunjukkan bahwa pergesekan antara masyarakat dengan orang rimba semakin tinggi," kata Rudi, Sabtu (19/12/2015).
Rudi mengatakan, hutan yang selama ini menjadi ruang hidup masyarakat SAD atau orang rimba sudah semakin berkurang.
Lingkungan hutan yang selama ini menjadi sumber penghidupan bagi warga SAD terus berkurang dan berubah menjadi areal perkebunan.
Kondisi ini membuat sulitnya mencari sumber penghidupan di hutan.
Hal ini yang kemudian memaksa warga SAD masuk ke perkebunan warga maupun perusahaan.
Bahkan tak jarang ditemukan orang rimba terpaksa harus mengemis hingga Kota Jambi untuk bertahan hidup.
Pemandangan warga SAD mengemis di jalan hingga kerumah warga sudah tak asing lagi ditemukan di perkotaan, bahkan di Kota Jambi sendiri kerap terlihat warga SAD mengemis di jalan.
"Orang rimba sudah tidak punya wilayah hidup jadi dia masuk kelahan perkebunan masyarakat sehingga berkomplik," kata Rudi.
Faktor paling rentan menjadi pemicu konflik adalah terkait perebutan sumber daya alam.