News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pasal 5 Ranperda Karlahut Jambi Jadi Perdebatan

Penulis: Dedi Nurdin
Editor: Wahid Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Mentri Kehutanan Marzuki Usman (pegang mikrofon), saat menghadiri Hearing Ranperda Karlahut Jambi, Sabtu (19/12/2015)

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedi Nurdin

TRIBUNNEWS.COM, JAMBI  -  Rancangan peraturan daerah (ranperda) alternatif kebakaran lahan dan hutan masih dalam perdebatan dikalangan DPRD Provinsi Jambi.

Perdebatan mucul pada pasal 5 Nomor 2, di mana masih diperbolehkan untuk membuka lahan dengan cara membakar maksimal dua hektar.

"Memang konsep ini masih perdebatkan dan Kenapa ini (dua hektar) dimasukkan, sebelumnya ada opsi satu hektar, 1,5 hektar dab 2 hektar, harapannya ada masukan sebelum finalisasi," kata Poprianto, ketua pansus ranperda karlahut, pada publik hearing ysng berlangsung di gedung DPRD Provinsi Jambi, Sabtu (18/12/2015).

Popri menambahkan, pada penjelasan disebutkan yang dimaksud perseorangan pada pasal tersebut yakni, warga negara Indonesia yang berdomisili di Jambi.

"Kami menutup peluang bagi eksodus dan para imigran, menutup peluang unt mencari keuntungan. Kearifan lokal masyaralat lokal mempunyai pola kehidupan lokal. Kalau pun harus dibakar ditebas dulu," kata Popri.

Rudi Syaf, Manajer komunikasi KKI Warsi mengatakan, poin penting dalam ranperda karlahut diharapkan mampu melindungi masyarakat adat yang punya kearifan lokal yang dijaga secara turun temurun.

Rudi mencontohkan, pada masuarakat lokal pola membakar lahan (manggang) sudah ada dan terjaga secara turun temurun.

Ia berharap agar masyarakat yang dimaksud dalam ranperda bisa diperegas lagi.

"Paling tidak masyarakat kelompok adat di lindungi. Jangan sampai di kriminalisasi," katanya.

Rudi menambahkan, pada masyarakat lokal pemanggangan hanyacdilakukan pada lahan tidur masyarakat. Bukan pada hutan primer.

Pola pertanian tradisional juga dilindungi dalam uu no 32 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Ini di pertegas pada pasal 69.

Pada uu no 32 padavpenwjwlasannya menerangkan pembukaan kecil dari 2 hektar, komoditas tanaman lokal seperti padi atau tanaman bernilai ekonomisclainnya, pembakaran dilakukan setelah dibuat sekat dan melapor kepada dinas terkait.

Hanya saja menurut rudi pwrlu adanya penegasan pada penjelasan masyarakat yang dimaksud pada ranperda, tujuannya untuk melindungi masyarakat tradisional yang masih konsisten.

"Hanya kelompok mayoritas, kebanyakan kelas menengah punya modal (elit lokal) pemikirannya kembali ke sektor primer, orang jambi bilang kebon. Itu yang tinggi mendorong pembakaran," katanya.

Sementara, Sarwono kusimatmaja, tokoh lingkungan hidup mengingatkan bahwa persoalan tersebut cukup pelit.

Mengingat iklim perekonomian pada masyarakat adat mulai terpengaruh.

"Kalau dilarang tidak bisa juga, motif ini biasanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari tapi sekarang dorongan untuk keluar dari tradisi cukup kuat misal untuk pemenuhan kebutuhan seperti hp," katanya.

Untuk itu, perlu kebijakan alternatif.

"Cukup pelik, tidak gampang dan ini sensitif di Kalimantan kalau dilakukan yang marah orang dayak. Tapi, mereka mengaku sulit untuk mengontrol karena perilaku sudah berubah. Tinggal pengaturannya gimana sama-sama dapat," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini