News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Objek Wisata Baru di Riau, Rumah Adat Suku Sakai

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjabat Bupati Bengkalis Achmadsyah Harofie pada peresmian rumah adat Suku Sakai di Desa Kusumbo Ampai, Mandau, Bengkalis, Riau, Selasa (19/1/2016).

TRIBUNNEWS.COM, RIAU - Pemerintah Kabupaten Bengkalis akan mengusulkan rumah adat Suku Sakai di daerah Sobanga Desa Kusumbo Ampai, Kecamatan Mandau sebagai objek wisata baru di Provinsi Riau.

"Rumah adat ini pasti akan dicari oleh peniliti dan wisatawan," kata Penjabat Bupati Bengkalis Achmadsyah Harofie pada peresmian rumah adat Suku Sakai di Desa Kusumbo Ampai Mandau, Bengkalis, Riau, Selasa (19/1/2016).

Suku Sakai merupakan salah satu masyarakat adat asli di Provinsi Riau yang tersebar di sejumlah kabupaten, yaitu Kampar, Bengkalis, Indragiri hulu, dan Siak.

Mereka tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) yang awalnya hidup nomaden dengan bergantung pada hasil hutan.

Orang Sakai terbanyak berada di wilayah Desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau, Bengkalis, berjarak sekitar 180 kilometer dari Kota Pekanbaru. Mereka kini memiliki rumah adat baru yang dibangun oleh perusahaan industri hutan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (IKPP) dan PT Arara Abadi (Arara) dari grup APP-Sinar Mas Forestry.

Rumah adat tersebut dibangun kembali untuk menggantikan rumah adat lama yang kondisinya sudah rusak berat.

"Karena itu mari kita ajak anak-cucu kita untuk melestarikan budaya ini agar tempat ini bisa bercerita tentang sejarah nenek moyang kita. Harapan kami agar kearifan lokal ini bisa dilestarikan," katanya.

Achmadsyah Harofie menambahkan, suku Sakai sekarang bukan suku yang terpinggirkan. Sudah ada yang jadi lurah, camat, dan bahkan bisa jadi gubernur.

Direktur IKPP, Hasanuddin mengatakan nilai kebudayaan yang tinggi merupakan hal penting yang harus dipelihara sebagai kekayaan negara yang dapat dibanggakan secara Internasional, sehingga rumah adat Sakai adalah salah satunya yang perlu dilestarikan.

Rumah adat tersebut berdiri di lahan seluas sekitar 1,3 hektare di lokasi lama dan menggunakan konstruksi lebih kuat karena menggabungkan kayu dan besi. Pembangunan rumah adat tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp1 miliar.

Selain itu, ia mengatakan tingkat deforestasi yang semakin tinggi di Indonesia merupakan hal penting bagi perusahaan, sehingga dengan adanya rumah adat Sakai yang salah satu fungsinya sebagai tempat pendidikan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai konservasi dan kehidupan yang berkelanjutan.

"Program ini diyakini dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak. Pada akhirnya, dengan berjalannya program ini dapat membuat hubungan yang berkesinambungan antara perusahaan dan Suku Sakai baik saat ini maupun di masa mendatang," katanya.

Ketua Adat (Bathin) Sakai, M. Yatim, mengatakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung itu merupakan kekayaan budaya bagi warga Sakai. Tempat itu juga berfungsi sebagai museum karena berisi beragam peralatan dan peninggalan Suku Sakai, seperti baju dari kulit kayu, foto kehidupan masyarakat Sakai tempo dulu, alat musik, peta tanah adat, hingga keris kuno.

"Kami menggunakan rumah ini untuk dapat saling berbagi ilmu, melatih kesenian khas adat Sakai dan mempererat hubungan persaudaraan kami. Kami berharap agar perusahaan dapat terus memelihara dan mendukung kelestarian budaya kami di masa depan, sehingga tercipta hubungan yang berkesinambungan antara masyarakat lokal dan perusahaan," kata M. Yatim.

Kepala Operasional Riau Arara Abadi, Appathurai Rajasingham, menambahkan keberadaan perusahaan kayu yang bekerja di area bersebelahan dengan tempat tinggal suku Sakai itu, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat dengan memberikan lapangan pekerjaan.

"Kami bekerja sama dengan Yayasan Sakai Bathin Delapan dan Lima Sungai Jenih mengembangkan 300 hektar tanaman karet di dalam konsesi PT. Arara Abadi. Kami juga memberikan kebebasan kepada komunitas Sakai untuk menanam tanaman menggolo yam sebagai makanan utama mereka di dalam konsesi kami," katanya.

Ia menambahkan, data dan peta sosial tentang Suku Sakai menunjukkan bahwa sebagian besar orang Sakai hidup di daerah terpencil, yang mana jauh dari teknologi, modernisasi, dan akses kepada pendidikan.

Oleh sebab itu, lanjutnya, sejak tahun 1980-an perusahaan telah menjalin hubungan dengan komunitas Suku Sakai khususnya dalam mendukung pengembangan pendidikan dan pemeliharaan adat tradisional.

"Disamping pembangunan rumah adat Sakai ini, IKPP dan Arara juga telah menyediakan beasiswa sarjana dan pasca-sarjana kepada orang Sakai. Total 32 orang telah lulus mendapatkan gelar sarjana dan tiga orang telah mendapatkan gelar pasca-sarjana," ujarnya.

Ditambahkan, setelah kelulusan, mereka dianjurkan untuk kembali dan membantu generasi muda berikutnya untuk memberikan edukasi dan memastikan mereka mendapatkan pengetahuan dasar," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini