Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Tak begitu sulit mencari minyak curah di Kota Bandung. Hampir semua pedagang kelontong di pasar tradisional menjual minyak goreng curah.
Harga minyak goreng yang dijual bervariasi tergantung beratnya.
Pedagang kelontong di Pasar Kosambii, H Suryajaya (65), menjual minyak goreng curah dengan ukuran 1 kilogram.
Ia menjualnya dengan harga Rp 9.500 sampai Rp 10 ribu per kilogramnya. Biasanya pedagang gorengan yang membeli minyak goreng curah di tempatnya.
"Saya juga menyediakan ukurang 0,5 kilogram dan 0,25 kilogram. Minyak goreng curah ini untuk konsumen yang pengecer," ujar Suryajaya kepada Tribun Jabar (Tribunnews.com Network) di Pasar Kosambi, Selasa (5/1/2016).
Suryajaya mengaku mendapatkan minyak goreng curah itu dari distributor di daerah Cikadut.
Distributor itu mengantarkan satu kaleng berisi minyak goreng curah seberat 16 kilogram setiap ia kehabisan stok.
"Kalau yang menakar 0,25 kilogram sampai 1 kilogram itu saya sendiri. Pengemasannnya juga saya sendiri dengan pakai plastik. Distributor hanya mengantarkan saja," ujar Suryajaya.
Sebagai penjual, Suryajaya mengaku sudah mengetahui jika peredaran minyak goreng curah bakal dihapus.
Ia sendiri tak terpengaruh jika minyak goreng curah harus dihapus. Hanya saja ia menilai, hal tersebut sangat memberatkan para pelaku usaha kecil menengah (UKM).
"Kalau dihapus kan berarti otomatis pakai minyak goreng kemasan. Pasti lebih mahal karena harus tambah modal. Harganya minyak goreng kemasan ada selisih Rp 1.000 sampai Rp 2.000 tergantung merknya. Belum lagi ukurannya cuman 1 liter, ada selisih juga dibanding 1 kilogram," ujar Suryajaya.
Belum lagi, kata Suryajaya, ibu rumah tangga yang uang belanjanya terbatas. Kalangan ibu rumah tangga tersebut yang biasanya membeli minyak goreng curah ukuran 0,25 kilogram.
"Kalau ibu rumah tangga ini kan pasti bagi-bagi uang belanjanya. Tidak mungkin dibelikan minyak goreng semua. Sementara harga bahan pokok juga tidak stabil," ujar Suryajaya.
Suryajaya menilai, sebenarnya tidak ada bedanya antara minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan. Sebab kedua jenis minyak goreng tersebut berbahan kelapa sawit.
"Bahkan ada minyak goreng curah yang kualitasnya melebihi minyak goreng kemasan. Namanya minya goreng kopra," ujar Suryajaya.
Kendati begitu, Suryajaya akan mengikuti keputusan pemerintah mengenai penghapusan minyak goreng curah. Namun ia juga meminta pemerintah mengeluarkan produk pengganti minyak goreng tersebut.
"Kami sendiri siap menjual produk pengganti pemerintah. Kalau bisa tidak per liter tapi per kilogram dan ukurannya bervariasi tidak hanya 1 kilogram saja," ujar Suryajaya.
Hal senada juga dikatakan Maria (50), pedagang kelontong di Pasar Kosambi lainnya.
Ia mengatakan, 50 persen lebih pelaku UKM membeli minyak goreng curah di tempatnya. Ia mampu menjual 20 kilogram sampai 30 kilogram minyak goreng curah setiap harinya.
"Kalau saya jual Rp 9.500 per kilogram. Itu sudah untung. Tapi kalau dihapus, kami tidak keberatan. Karena memang hal itu berdampak lebih kepada pemakainya," ujar Maria.
Selain menjual minyak goreng curah, Maria memang menjual minyak goreng kemasan. Namun hampir tidak ada pelaku UKM membeli minyak goreng kemasan di tempatnya.
Kalaupun ada hanya ibu rumah tangga yang biasa belanja di tempatnya. Itu pun jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
"Kalau minyak goreng kemasan di pasar kalah bersaing dengan yang dijual di pasar modern. Karena di pasar modern harga miyak kemasan lebih murah. Mungkin karena mereka belinya dalam jumlah banyak sehingga harganya lebih murah ketimbang di pasar tradisional," ujar Maria. (cis)