TRIBUNNEWS.COM, MELAWI - Peristiwa memilukan terjadi di Kompleks Asrama Mapolres Melawi, Gg Darul Falah, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Jumat (26/2/2016) dini hari.
Seorang polisi berpangkat Brigadir, Petrus Bakus, tega menghabisi kedua buah hatinya, putrinya, Amora (4), dan putranya, Fabian (3).
Tidak hanya membunuhnya, Brigadir Petrus juga memotong tubuh anak-anaknya menjadi beberapa bagian.
Potongan tubuh dan berdosa itu, berserakan di atas tempat tidur.
Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto, mengungkapkan berdasarkan informasi dari istri tersangka, Windri Hairin Yanti, Brigadir Petrus sering marah-marah dalam sepekan terakhir.
"Pembunuhan terjadi pada saat istrinya sedang tidur, kemudian terbangun. Saat itu suaminya mendatangi istrinya dengan membawa parang yang sudah berlumuran darah. Ia mengatakan akan membunuh istrinya," ungkap Arief saat dihubungi.
Psikolog Persona Consulting, Rika Indatri MPSi mengatakan banyak alasan seseorang untuk melakukan pembunuhan.
Depresi dan putus asa, biasanya dialami pelaku sebelum melakukan tindakannya.
Ketidakmampuan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi.
"Dalam kasus ini kita harus mencari tahu keseharian pelaku, dan apa permasalahan yang sedang dihadapinya, bahkan bagaimana masa kecilnya," kata Rika.
Rika mengatakan, menurut informasi, pelaku saat ini sedang mengalami permasalahan keluarga lantaran diminta cerai sang istri.
Permasalahan keluarga merupakan permasalahan yang kompleks dan terjadi dalam kurun waktu yang lama, sehingga diduga pelaku sudah mengalami keputus-asaan dalam menghadapi masalah rumah tangga selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
"Penumpukan masalah, berarti juga menumpuk ketegangan. Dimana dari tinjauan psikologis, ketegangan ini membuat dia putus asa," ujarnya.
Keputusasaan ini kemudian menimbulkan dendam terhadap istri. Kondisi ini seperti bom waktu. Seseorang yang mengalami putus asa atau frustasi kadang membuatnya kehilangan logika berpikir.
Kenapa sampai tega membunuh anak kandungnya dan memutilasinya?
"Ketika seseorang dalam keadaan frustasi, maka ia sulit untuk menentukan tindakan yang benar harus diambilnya," kata Rika.
Menurut informasi, terjadi perebutan hak asuh anak antara pelaku dan istrinya, sehingga pelaku menganggap keduanya tidak mendapatkan anak mereka adalah jalan yang terbaik.
Terhadap pernyataan pelaku bahwa ia mengalami halusinasi juga harus dilakukan pemeriksaan psikologis lebih dalam.
Mutilasi bisa dilakukan karena adanya dendam. Pelaku mutilasi menikmati dan merasa puas ketika sedang melakukan hal tersebut.
Rika melihat bila memperhatikan permasalahan rumah tangganya, bisa saja pelaku memutilasi anak-anaknya untuk menyakiti istri.
Pelaku menyadari bahwa istri sangat sayang kepada anak-anaknya, sehingga perasaan marah dan kecewa terhadap istri disalurkan kepada anak-anaknya.
Untuk mendapatkan kepastian, Rika meminta sebaiknya Polisi harus memeriksa kondisi kejiwaan pelaku. Bisa dibawa ke instansi yang berkompeten.
Pemeriksaan mendalam untuk mengetahui apakah ada gangguan pada kejiwaan atau murni karena sakit hati pada istri sehingga melampiaskannya pada anak.
"Bisa juga kedua-duanya. Itu terjadi karena tak mau anak direbut dan faktor kejiwaan lainnya," kata dia.
"Sebaiknya kita juga memperhatikan kondisi istri saat ini, karena istri mengalami trauma mendalam. Kenapa trauma mendalam, ada tiga hal yang menjadi penyebabnya," ujarnya.
Pertama, yang melakukan pembunuhan adalah suami. Kedua, yang menjadi korban pembunuhan adalah dua anak kandung dan ketiga, cara si suami membunuh kedua anak sadis pula.
"Sebaiknya korban mendapatkan trauma healing. Trauma healing ini berupa pendekatan psikologis dalam menangani trauma sehingga si istri bisa segera pulih dari trauma dan bisa hidup normal," kata Rika.
Keluarga, rekan dan sahabat juga harus memberikan dukungan. (iin)