Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Aksi penolakan reklamasi geliatnya cukup deras. Belasan desa adat turun ke jalan dan laut.
Seperti halnya ribuan warga dari empat banjar adat Tanjung Benoa, yang melakukan aksinya dengan turun konvoi menggunakan boat ke tengah lautan.
Aksi ini dilakukan hampir oleh sebagian besar warga Tanjung Benoa.
Mereka melakukan aksi atas rencana proyek Reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare.
Mulai dari anak-anak, ibu-ibu pemuda dan bapak-bapak dari empat Banjar adat turun mengenakan pakaian adat madya Bali dan pakaian bebas lainnya.
Dalam aksinya warga turun ke tengah laut menggunakan sekitar 500an boat.
Kemudian, pergi ke Tol Bali Mandara untuk melakukan penutupan tol.
Sekitar 15 menitan penutupan dilakukan.
Dan penutupan pun dilakukan dengan seruan melakukan penolakan reklamasi Teluk Benoa.
Made Wijaya, Bendesa Adat Tanjung Benoa menyatakan, bahwa penolakan tidak dilakukan atas dasar menjaga kecusian Pulau Bali.
Penolakan berkaitan dengan sikap warga desa yang sudah tidak akan mentoleransi adanya pengurusan.
Apalagi, Tanjung Benoa menjadi kawasan terdampak.
"Jika ada pendangkalan kenapa harus diuruk. Itu bukan solusi. Kenapa pasir Lombok akan diuruk ke sini," ujarnya, Minggu (28/2/2016).
Hal senada juga diungkapkan Kadek Duarsa, Ketua LPM Tanjung Benoa, yang menyatakan, bahwa reklamasi akan berdampak pada ekologi dan warisan leleuhur yang harus dijaga.
Dan proyek reklamasi hanya akan memperkaya para investor.
Sedangkan, warga atau masyarakat Bali akan tersingkir.
"Satu kata yang harus kita lakukan, yaitu lawan. Kita harus melawan dan menolak reklamasi," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator divisi Politik ForBALI, Suriadi Darmoko mengungkapkan, bahwa tidak ada satupun orang berhak untuk mengambil tanah Bali, selain warga Bali sendiri.
Tanah Bali difungsikan sebagai kawasan konservasi tidak boleh untuk dirubah menjadi kawasan proyek properti.
Itu sama saja, membuat warga Bali tersingkir dan tidak mensejahterakan rakyat.
"Kawan-kawan, kita melakukan aksi Tolak Reklamasi untuk menjaga kesucian Pulau Bali," jelasnya.
Aksi Tolak Reklamasi ini dilakukan hampir oleh 14 desa adat di wilayah Denpasar dan Badung.
Sedangkan di Klungkung juga melakukan hal yang sama.
Aksi ini terus dilakukan seiring dengan rencana proyek yang belum dihentikan oleh PT TWBI.
Hampir semua elemen warga Bali melakukan penolakan dan meminta Presiden RI Joko Widodo dan seluruh Menteri yang berkaitan dengan dengan ini segera membatalkan Perpres 51 Tahun 2014.