Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, JOGJA - Sebagai bagian langkah revitalisasi industri gula, BUMN gula akan menggarap hilirisasi produk dengan memproduksi bioetanol dari tetes tebu dan pembangkit listrik melalui program cogeneration berbasis ampas tebu.
Koordinator BUMN gula, Subiyono mengatakan pada 2019, PG BUMN akan memiliki 8 pabrik bioetanol dengan kapasitas total sebesar 660 KLPD, program cogeneration pada 12 lokasi dengan kapasitas total sebesar 118 MW, dan 9 pabrik pupuk organik.
Hilirisasi ini menurutnya penting bukan saja karena aspek ekonomi, tapi juga bagian dari peningkatan kinerja pabrik, karena hanya pabrik yang berkinerja prima saja yang bisa menggarap produk hilir.
”Saat ini, semua pabrik gula di dunia sudah menggarap hilirisasi produk. Mulai dari Brasil, Thailand, Vietnam, India, Australia, semuanya sudah bikin produk hilir. Tidak ada satu pun yang tidak menggarap produk hilir, baik listrik maupun bioetanol. Di Indonesia, baru satu pabrik yang punya bisnis bioetanol, yaitu PG Gempolkrep di Mojokerto. Seiring dengan revitalisasi ini, kami semua akan menggarapnya,” jelas Subiono saat konferensi pers di LPP Yogyakarta Jl Urip Sumoharjo Yogyakarta Jumat (18/3/2016).
Dia menambahkan saat ini operasional pabrik gula relatif tidak ekonomis, hal ini disebabkan antara lain karena belum terciptanya nilai tambah pada produk samping seperti tetes tebu atau ampas untuk diolah menjadi produk hilir bernilai tinggi.
Di sisi lain, pabrik gula dihadapkan pada tingginya biaya raw material berupa tebu, biaya input berupa bahan kimia dan biaya tenaga kerja.
”Sebagai konsekuensinya, biaya produksi menjadi tinggi dan pabrik gula milik PTPN dalam banyak kasus belum mampu menghasilkan keuntungan yang dalam jumlah yang bisa digunakan untuk ekspansi secara signifikan,” ujarnya.
Untuk mewujudkan target tersebut, PG BUMN akan melakukan investasi secara berkelanjutan baik untuk sektor budidaya maupun pabrik.
Investasi yang ditanamkan seluruh PG BUMN secara berkelanjutan sejak 2015 hingga 2019 akan mencapai Rp 22,3 triliun terdiri atas Rp 5,23 triliun di bidang on-farm dan Rp 17,15 triliun di bidang off-farm.
"Sebagian dari dana itu diharapkan akan didapatkan dari penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah melalui holding BUMN perkebunan," pungkasnya. (*)