TRIBUNNEWS.COM, POSO - Tiga perwira TNI berpangkat kolonel menjadi korban jatuhnya helikopter jenis Bell 412 EP milik TNI Angkatan Darat (AD) di Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Minggu (20/3/2016) pukul 17.45 Wita.
Heli yang jatuh dan terbakar karena diduga disambar petir itu berisi 13 orang, dan semua tewas, termasuk tiga kolonel TNI AD tersebut.
Tiga perwira menengah senior yang tewas itu ialah Komandan Korem 132/Tadulako Sulteng, Kolonel (Inf) Saiful Anwar; Kolonel (Inf) Heri Setiaji dari Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, dan Kolonel (Inf) Ontang dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Helikopter itu jatuh di sekitar perkebunan cokelat milik warga di Dusun Patirobajo, Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Provinsi Sulteng.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal Tatang Sulaiman membenarkan peristiwa jatuhnya helikopter TNI AD itu.
Dugaan sementara, kata Tatang, penyebab kecelakaan adalah faktor cuaca.
Namun demikian, menurut dia, penyebab pasti jatuhnya helikopter masih dalam tahap penyelidikan.
"Cuaca mendekati tempat pendaratan dalam (kondisi) hujan, detailnya saya juga belum bisa memberikan gambaran, hanya seperti yang diketahui, saat itu mendekati malam hari," kata Tatang dalam jumpa pers di Markas Besar TNI, Jakarta, Minggu (20/3/2016) malam.
Tatang menjelaskan, kronologi kejadian ialah helikopter terbang sekitar pukul 17.20 Wita dari Desa Napu menuju Poso.
Setelah terbang 35 menit atau sekitar pukul 17.55 Wita, helikopter dengan 13 penumpang tersebut jatuh di atas perkebunan milik warga bernama Arsad.
"Ada satu korban atas nama Letnan Satu Cpn Wiradi masih belum ditemukan," kata Tatang.
Menurut Tatang, sebanyak 12 korban lainnya sudah berhasil dievakuasi dan diidentifikasi di RS Bhayangkara, Palu.
Sementara untuk satu korban, yakni Lettu Cpn Wiradi, masih dalam pencarian TNI dan Polri.
Memimpin rombongan yang menaiki helikopter itu, Danrem 132/Tadulako Kolonel (Inf) Saiful Anwar sempat melakukan pengecekan situasi terkini lokasi persembunyian teroris pimpinan Santoso pada Jumat (18/3/2016) lalu.
Selain tiga kolonel itu, para perwira lain yang juga tewas dalam kejadian itu adalah Letkol CPM Teddy S. Prapat (Komandan Detasemen Polisi Militer Palu), Mayor Faqih Rasyid (Kepala Penerangan Korem 132/Tadulako), Kapten Yanto (dokter Korem), Kapten (Pnb) Agung (pilot helikopter), dan Letnan Satu (Pnb) Wiradi (ko-pilot) dan Letnan Dua (Pnb) Tito.
Empat korban tewas lainnya adalah Prajurit Dua Kiki (ajudan Danrem), Sersan Satu Bagus (kru helikopter), Sersan Dua Karmin (kru helikopter), dan Prajurit Satu Bangkit (kru helikopter).
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari lokasi kejadian tadi malam, sebelum jatuh dan terbakar, helikopter yang digunakan anggota TNI dalam Operasi Tinombala itu sempat berputar-putar di atas pemukiman warga.
"Banyak warga yang sempat melihat helikopter sempat berputar-putar sebelum jatuh dan terbakar. Saat itu situasi menjelang azan maghrib," kata warga di lokasi kejadian.
Operasi Tinombala yang dimulai sejak 10 Januari 2016 adalah operasi gabungan Polri dan TNI untuk menangkap kelompok teroris Poso pimpinan Santoso yang bersembunyi di hutan lebat Sulawesi Tengah.
"Dalam rangka operasi Tinombala, itu operasi gabungan TNI Polri dalam rangka mengejar kelompok teroris pimpinan Santoso," kata Kapolda Sulteng, Brigjen Rudy Sufahriadi, Minggu (20/3/2016) malam.
Operasi Tinombala seharusnya berakhir 9 Maret 2016 lalu.
Namun, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan operasi itu diperpanjang selama dua bulan. Operasi tersebut didukung oleh Operasi Camar Maleo IV.
Heli naas itu awalnya berangkat dari wilayah Lore menuju Kota Poso.
Namun ketika hendak memasuki Kota Poso, tepatnya di wilayah Poso Pesisir Dusun Patirobajo (sekitar 20 km dari Kota Poso), heli tiba-tiba oleng dan jatuh terbakar serta hancur berkeping-keping.
Wilayah Lore dalam beberapa pekan terakhir ini dijadikan sebagai pusat komando Operasi Tinombala 2016 yang melibatkan sedikitnya 3.000 pasukan gabungan Polri-TNI untuk memburu kelompok radikal Santoso yang diduga kuat melarikan diri ke wilayah Lore.
Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam VII/Wirabuana, Kolonel (Inf) I Made Sutia, membenarkan bahwa saat helikopter itu terbang, cuaca setempat memang sedang hujan disertai petir.
"Penyebabnya diduga karena cuaca buruk, iya hujan dan petir," kata I Made Sutia kepada Tribun Network, Minggu (20/3/2016) malam di Makassar, ibukota Sulawesi Selatan (Sulsel).
Poso merupakan bagian dari wilayah otoritas Komando Daerah Militer (Kodam) VII/Wirabuana yang bermarkas di Makassar.
Korban meninggal dunia, menurut Made Sutia, direncanakan akan dibawa dari Poso ke RS Wirabuana, Kota Palu.
Di RS Wirabuana, belasan aparat TNI dan petugas paramedis sudah bersiap menjaga kemungkinan jika 13 jenazah dibawa ke rumah sakit milik TNI itu.
"Kami hanya bersiap-siap saja. Belum ada kabar pasti apakah jenazah tiba di sini atau tidak," kata seorang prajurit.
Sementara itu, rumah dinas Danrem 132/Tadulako Kolonel Inf Saiful Anwar di Jalan Suprapto, Kota Palu, Minggu (20/3/2016) malam, telah dipadati para pejabat daerah, TNI dan Polri di Sulawesi Tengah.
Jalan di depan rumah dinas ditutup sementara. Sedangkan sejumlah ruas jalan yang akan dilalui jenazah dari Bandara Mutiara Palu menuju kediaman Saiful Anwar dijaga polisi.
Di antara yang datang melayat adalah Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriadi dan Kapolres Palu AKBP Basya Radyananda.
Pantauan di kediaman itu menunjukkan telah berlangsung pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilakukan oleh anggota keluarga dan para pelayat.