Laporan Wartawan Tribun Medan/Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Mantan Ketua Gafatar Kota Pematangsiantar, M Sofyan mengatakan, Ahmad Musadeq bukan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Namun punya konsep serupa dengan Gafatar untuk membangun ketahanan pangan.
"Ahmad Musadeq bukan orang Gafatar. Cuma dia punya produk yang sama. Yaitu membangun ketahanan pangan dan kami juga orang-orang yang ingin mewujudkan kemandirian pangan," katanya di Balai Kota Medan, Sabtu (9/4/2016).
Ia menambahkan selama ini eks Gafatar dianggap sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan punya nabi baru.
Padahal menurutnya kehidupan di perkampungan baru di Ketapang, Kalimantan Barat tidak demikian.
"Kami di sana tidak membawa aliran apapun, karena kami di sana sangat nasionalis dan majemuk ada yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha. Jadi bagaimana memasukkan aliran itu di antara ragam agama itu ? Di sana bagaimana orang-orang di Gafafar punya karakter sesuai keinginan Tuhan," ujarnya.
Selain itu, kata dia, Gafatar merupakan organisasi yang tidak memandang suku dan warna kulit.
Sehingga, punya semangat tinggi sebagai manusia yang punya karakter yang bagus sesuai ajaran Tuhan.
"Kami punya semangat tinggi untuk membenahi karakter mental, dan kami juga ingin punya terobosan tentang masalah ketahanan pangan. Adapun tujuannya akhir agar Gafatar memberikan kontribusi untuk bangsa Indonesia," katanya.
Dia menambahkan, organisasi Gafatar membubarkan diri sebelum anggotanya pindah ke Kalimantan. Bahkan seluruh anggota Gafatar menjual rumah untuk mewujudkan program ketahanan pangan.
"Iya, saya jual rumah dan harta untuk membeli tanah dan merantau ke Kalimantan. Meskipun sekarang saya tidak punya harta, tapi akan berusaha kembali memberi nafkah untuk keluarga. Kami harus punya semangat dan kami tidak putus semangat" ujarnya.
Ia berpendapat, harta yang telah dijual dapat dicari kembali asalkan punya semangat yang tinggi untuk memulai kehidupan baru setiba di kampung halaman.
"Kalau ada lahan saya mau bercocok tanam. Kalau belum ada, saya wiraswasta untuk menambah penghasilan. Saya kembali ke Pematangsiantar ke rumah keluarga istri. Memulai hidup baru di Siantar," katanya
Dia bersyukur pemerintah bertanggungjawab memfasilitasi pendidikan anak-anak mantan Gafatar. Oleh sebab itu, ia masih menunggu komitmen pemerintah yang akan membantu anak-anak dapat sekolah.
"Anak saya paling besar duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kami menunggu komitmen pemerintah meskipun lama tetap kami tunggu saja karena sulit tanpa bantuan pemerintah," ujarnya.(*)