Dan seluruh pendidikan suatu bangsa kembali kepada kelompok masyarakat terkecil yakni keluarga dan peran seorang ibu.
Sementara Putut Prabantoro menegaskan, bahwa sejak Reformasi 1998 hingga kini, satu angkatan baru generasi Indonesia menyaksikan bangsa dan para pemimpinnya memberikan contoh yang tidak dapat diteladani.
Korupsi yang dilakukan tanpa rasa malu, politik uang, komunikasi yang sangat melupakan etika, tidak ada unggah-ungguh dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah berbagai contoh buruk bagi generasi ini.
Mereka yang saat ini berusia 17 tahun dan baru masuk ke perguruan tinggi menyaksikan fragmen kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sangat tidak patut ditiru.
Mereka tidak bisa menolak untuk tidak menonton fragmen-fragmen tersebut.
“Mereka yang baru duduk di bangku kuliah pada tahun ini dalam waktu 5 tahun ke depan akan terjun ke masyarakat dengan bekerja, dalam 10 tahun selanjutnya akan memasuki kehidupan berbangsa dan bernegara secara riil."
"Bisa dibayangkan masa depan Indonesia, ketika mereka menjadi kader bangsa, kader partai, calon pemimpin masa depan dan kelak memegang tampuk kekuasaan?” ujar Putut Prabantoro.
Oleh karena itu, seminar yang merupakan kerjasama Lembaga Laboratorium Bahasa ISI Yogyakarta – Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) dan Gerakan Wanita Nusantara (Granita) - ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada bangsa serta para pemimpinnya terhadap kemungkinan buruk yang terjadi di Indonesia pada masa mendatang.
Dan, seluruh perbaikan harus dimulai dari merawat Indonesia sebagai Rumah Bersama, sebagai Ibu Bumi. (*)