TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Nengah Srinada (75) duduk ditemani istrinya, Ketut Minti (65), di depan rumahnya Banjar Adat Kubu Anyar, Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Buleleng, Bali, Selasa (24/5/2016).
Srinadi mengaku pasrah jika nantinya adiknya, Putu Suaka (55) alias Keteg dieksekusi mati.
Kakak kedua ini merasa tidak dapat berbuat banyak untuk membantu menyelamatkan adik kelimanya itu.
"Saya pasrah saja, apa kata polisi. Mau bantu juga nggak bisa, bagaimana lagi," katanya.
Namun Srinada belum mendapat kabar tentang rencana eksekusi mati adiknya itu.
Selama ini ia mendapat kabar tentang Keteg dari surat kabar yang dibacanya.
"Surat (pemberitahuan eksekusi) saya belum dapat. Belum dikabari sama polisi baru-baru ini. Saya hanya dapat dari surat kabar. Saya pasrah saja," ucapnya.
Srinada baru sekali menjenguk adiknya itu saat di penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Kuta, Badung. Itupun ketika Keteg baru-baru ditahan.
Selama ini yang sering menjenguk Keteg di tahanan adalah anak Srinada, Nyoman Sumedana (40) yang kebetulan juga bekerja di Denpasar.
"Saya baru sekali saja lihat sudah lama waktu baru-baru ditahan dulu. Anak saya sering lihat di penjara," katanya.
Ia juga mengaku, kini tidak berminat menjenguk Keteg yang sudah di tahan di Lapas Madiun, Jawa Timur.
Alasannya karena kondisi yang sedang sakit dan tidak ada biaya untuk pergi ke Madiun.
Srinada sudah tiga tahun ini tidak bekerja sebagai penjual pentol keliling setelah sakit gejala stroke dan merasa sakit pada kakinya ketika berjalan.
Begitu pula istrinya yang juga tidak bekerja.
"Mau ketemu bagaimana, biaya banyak kalau mau lihat dia di penjara. Dia sudah di Madiun," ujarnya.
Semasih kecil sampai beranjak dewasa, Keteg tinggal bersamanya dan saudara lain di rumah orangtua yang kini ditempatinya.
Setelah menikah, Keteg lebih banyak tinggal bersama istrinya di Desa Alasangker, Buleleng dan hanya sesekali pulang ke rumahnya.
Namun sejak tiga tahun lalu istrinya sudah menikah dengan pria lain.
Kini istrinya memilih tinggal bersama suaminya dan tidak lagi menempati rumah lamanya.
"Kadang-kadang dia pulang ke sini. Kalau di sini (menyali) tidak ada yang tahu dia jadi balian. Tahunya dia kerja di Denpasar," tuturnya.
Keteg divonis mati Pengadilan Negeri (PN) Amlapura pada 22 September 2008 lalu.
Putusan itu diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada 27 Oktober 2008, putusan kasasi pada 27 Januari 2009 dan putusan Peninjauan Kembali (PK) pada 20 Juli 2010.
Suaka pernah mengajukan grasi pada presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Maret 2013, namun ditolak.
Pria ini merupakan pelaku pembunuhan satu keluarga polisi di Karangasem.
Pembunuhan itu dilakukan Keteg saat mendatangi rumah Aiptu I Komang Alit Srinata (48) pada 26 Januari 2008 malam di Banjar Gamongan, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, Karangasem.
Di rumah itu, selain Srinata, juga ada istrinya Ni Kadek Suti (40) dan anak mereka, I Dede Sujana dan I Kadek Sugita.
Aksi keji tersebut juga dilakukan Keteg di Buleleng.
Korbannya antara lain Wayan Banah dan istrinya, warga Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, serta Kadek Suara dan istrinya, Ni Luh Sukesi, warga Banjar Tingkih Rapet, Desa Jinengdalem Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Kejati Bali Inventarisasi
Saat ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali tengah melakukan inventarisasi terhadap para terpidana mati terkait dengan rencana eksekusi gelombang ketiga di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Inventarisasi ini untuk memastikan tidak ada lagi terpidana mati yang melakukan upaya hukum lanjutan seperti mengajukan kasasi atau peninjauan kembali (PK).
Kasipenkum dan Humas Kejati Bali, Ashari Kurniawan, menjelaskan inventarisasi terpidana mati ini berdasarkan surat edaran (SE) dari Kejaksaan Agung.
Namun dia tidak bisa memastikan karena hingga kini belum ada petunjuk teknis dari Kejaksaan Agung.
"Ini masalah nyawa, jadi harus dipastikan semuanya. Jangan sampai masih melakukan upaya hukum tapi dieksekusi. Itulah mengapa kami melakukan inventarisir terpidana mati," jelasnya saat dihubungi Senin (16/5/2016) lalu.