TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sejak tahun 2015, Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Cornelis MH telah mendapat mandat sebagai koordinator Governor's Climate and Forest (GCF) Task Force Indonesia.
GCF adalah kolaborasi sub-nasional global yang melibatkan pemerintah propinsi dari 29 negara, yang bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
Dalam rangka mendukung tujuan GCF Task Force Indonesia, Gubernur Kalimantan Barat hari ini menyelenggarakan pertemuan publik GCF di kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Acara ini dihadiri para Gubernur anggota GCF di Indonesia dan juga para pemangku kepentingan terkait di Kalimantan Barat.
Dalam kesempatan ini, Gubernur Kalimantan Barat menandatangani nota kesepahaman dengan Asia Pulp & Paper Group (APP) dan Yayasan Belantara sebagai partner yang diharapkan untuk semakin memperkuat komitmen dalam pengembangan lansekap berkelanjutan untuk mewujudkan visi pertumbuhan hijau di Kalimantan Barat.
Nota kesepahaman ini terutama terfokus pada usaha pencegahan kebakaran hutan, perlindungan hutan dan ekosistem gambut, serta upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dalam usaha untuk mengurangi ketergantungan masyarakat akan lahan hutan.
Beberapa program yang telah dimulai APP di propinsi Kalimantan Barat antara lain kerjasama dengan Yayasan Belantara dan IDH Sustainable Trade Initiatives dan melibatkan tiga perusahaan Hutan Tanaman Industri dalam pengelolaan lansekap berkelanjutan pada hutan produksi di lansekap Kubu-Ketapang.
Selain itu, dalam upaya mencegah kebakaran hutan, terutama di area lahan gambut, APP dan para pemasoknya telah membangun lebih dari 5.000 bendungan di kanal perimeter di sekeliling area hutan tanaman produksi di Indonesia, dimana 500 bendungan diantaranya dibangun di Kalimantan Barat.
Selain penandatanganan nota kesepahaman, APP juga menyatakan dukungannya akan inisiatif Gubernur Kalimantan Barat dalam mengembangkan energi terbarukan dengan menggunakan tanaman Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw).
Pengembangan tanaman Kemiri Sunan, yang buahnya dapat digunakan sebagai biodiesel, menjadi sebuah upaya Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak. Proyek percontohan ini akan berupa kerjasama antara Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, APP, Yayasan Belantara dan Universitas Tanjungpura.
Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi besar dalam pembudidayaan tanaman Kemiri Sunan. Saat ini direncanakan sekitar 5.000 hektar area di kawasan Hutan Produksi yang belum dibebani ijin yang termasuk dalam wilayah kabupaten Landak, Mempawah dan Kubu Raya, akan ditanami dengan tanaman Kemiri Sunan. Kawasan ini akan dijadikan kawasan hutan dengan tujuan khusus yang dikelola oleh Universitas Tanjungpura. Diharapkan dari 5.000 hektar tanaman Kemiri Sunan akan dapat menghasilkan 30.000 – 40.000 ton biodiesel per tahunnya.
“Pembangunan hijau yang menguntungkan baik lingkungan maupun masyarakat merupakan hal yang selalu ingin kami wujudkan di bawah komitmen Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy / FCP) kami,” ungkap Aida Greenbury, Managing Director Sustainability APP.
Menurut Aida, untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kolaborasi dan kerjasama yang kuat antar para pemangku kepentingan.
"nilah alasan kami terus mendorong dilakukannya pengelolaan dengan pendekatan lansekap. Kami berkomitmen akan terus mendukung dan bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat dalam berbagai inisiatif dan upaya inovatif untuk mendukung terwujudnya Propinsi Kalimantan Barat yang sejahtera dan hijau,” kata Aida.
Agus P. Sari, CEO Yayasan Belantara menyatakan pengembangan kemiri sunan dalam konteks pengelolaan lansekap yang berkelanjutan akan mencapai beberapa tujuan sekaligus: peningkatan produktivitas lahan, peningkatan pendapatan masyarakat, dan kelestarian lingkungan, termasuk pasokan energi terbarukan.
APP juga memahami pentingnya peranan masyarakat lokal dalam mewujudkan pengelolaan lansekap yang berkelanjutan. Untuk itu, APP dan para pemasoknya menerapkan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang terfokus pada program agroforestry dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan mengurahi ketergantungan masyarakat terhadap lahan hutan. APP telah berkomitmen untuk menyalurkan dana sebesar USD 10 juta untuk mengimplementasi program DMPA ini di 500 desa dalam 5 tahun.
Pada kesempatan yang sama, dalam nuansa bulan suci Ramadhan, APP bersama Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat juga mewakafkan 1.000 mushaf Al-Quran untuk selanjutnya didonasikan ke masjid dan pondok pesantren sekitar. Kegiatan wakaf Al-Quran ini telah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan hingga kini sebanyak 500.000 Al-Quran telah diwakafkan ke berbagai wilayah di Indonesia.
Kertas Al-Quran yang diwakafkan ini diakui kualitasnya di pasar internasional, dimana 90% pasarnya adalah untuk ekspor yang mayoritas ke negara Timur Tengah. Bahan bakunya berasal 100% dari Hutan Tanaman Industri yang dikelola dengan menerapkan prinsip pengelolaan hutan lestari. Selain itu, kertas Al-Quran ini juga telah memperoleh sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia, yang menegaskan seluruh proses produksi telah sesuai dengan kaedah kehalalan.
“Sangat penting bagi kami untuk mendukung Propinsi Kalimantan Barat melalui program wakaf Al-Quran ini. Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa produk kertas Indonesia, selain diproduksi dengan mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan, juga memiliki kualitas dan nilai jual yang tinggi,” tambah Aida.