News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

15 Tahun Kelola Objek Wisata, Afandi Didepak Begitu Saja

Editor: Wahid Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

warga ini ngotot bertemu dengan pihak Sekda Kota Bima, setelah kontrak kerjasama diputuskan oleh pemerintah terkait pengelolaan obyek wisata, Kamis (18/8/2016)

TRIBUNNEWS.COM, BIMA - Setelah 15 tahun mengelola sebuah objek wisata di Kota Bima, Afandi terancam kehilangan satu-satunya mata pencahariannya tersebut menyusul pemutusan kontrak oleh pemerintah setempat.

Merasa keberatan, Afandi mendatangi ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima, Kamis (18/8/2016) untuk menolak pemutusan kontrak kerja sama pengelolaan obyek wisata Lawata milik pemerintah setempat.

Afandi datang bersama sejumlah keluarganya dan langsung masuk ke lantai 2 Kantor Wali Kota Bima. Mereka hendak menerobos masuk ruang kerja Sekda Kota Bima Rum yang saat itu sedang rapat bersama SKPD.

Anggota Satpol PP yang mengetahui kedatangan mereka langsung mencegahnya.

“Sudah 15 tahun kami kelolah wisata ini, tapi sekarang pemerintah tiba-tiba memutuskan kontrak kerja sama. Padahal kami sudah membayar retribusi hingga Rp 1.000.000 per minggu,” kata Afandi.

Menurut dia, kontrak diputuskan menyusul adanya rencananya pemerintah ingin melakukan penataan Lawata sebagai ikon wisata. Kawasan itu akan dikosongkan untuk penataan lebih lanjut.

“Setelah kontrak kerja sama diputuskan, sekarang saya diusir paksa. Kemarin saya sudah minta bantuan ke pemerintah agar kawasan itu bisa saya kelola lagi, tapi tidak ditanggapi. Pemerintah tetap ngotot memutuskan kontrak, saya juga tidak tahu apa masalahnya,” sebutnya.

Afandi mengaku kehilangan satu-satunya mata pencaharian yang dijalaninya selama 15 tahun itu. Tak hanya itu, dia juga terancam kehilangan rumah satu-satunya yang dibangun di kawasan itu karena bakal digusur oleh Pemerintah jika rencana penertiban dilakukan.

“Saya warga miskin, tak punya pencaharian lain. Kalau diusir, saya dan istri bersama anak-anak harus tinggal dimana. Sementara rumah saya bakal digusur, saya tetap melakukan perlawanan,” katanya.

Afandi dan keluarganya mendapat pengawalan ketat dari Sat Pol PP. Dia mengancam tidak akan meninggalkan kantor wali kota hingga sampai adanya solusi.

Tak lama kemudian, mereka akhirnya diperkenankan bertemu dengan sekda untuk menyampaikan maksud kedatangannya. Wartawan pun tidak didiperbolehkan masuk meliput dalam ruangan pertemuan.

Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol Pemkot Bima Ihya Ghazali mengatakan, pemerintah secara resmi memutuskan kontrak kerja sama dengan pihak pengelola tersebut.

“Sebelumnya sudah kami layangkan surat teguran ke pengelola, karena kawasan Lawata mau ditata dengan baik,” ujarnya.

Menurut dia, surat teguran lebih dulu dilayangkan ke pihak ke tiga dengan perihal meminta untuk mengosongkan tempat karena dianggap menggangu fasilitas umum.

“Kami juga sudah memberitahukan surat pemberhentian kontrak kerja sama dengan pihak ke tiga. Lawata ini akan dikelola dan ditata sehingga menjadi ikon wisata kebanggan Bima, jangan sampai kawasan itu disalahgunakan,” sebutnya. (*)(Kompas.com/Syarifudin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini