News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Kisah Wanita Polisi Pemasang Tanda Tembak di Jantung Trio Bom Bali I

Penulis: Muh Radlis
Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Sub Bidang Kedokteran dan Kepolisian Polda Jawa Tengah, AKBP Sumy Hastry Purwanti, saat ditemui di ruangan kerjanya di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jateng, Semarang, Selasa (30/8/2016). TRIBUN JATENG/MUH RADLIS

Sumy kini berpangkat AKBP. Kepala Sub Bidang Kedokteran Kepolisian Polda Jateng itu semringah selama obrolan.

Ia satu-satunya wanita polisi yang berhasil menggondol gelar doktor forensik di Asia. Gelar yang cukup prestisus karena tak semua polisi mau ambil.

Bukan main senangnya ibu dua anak yang akrab disapa Hastry ini bakal diwisuda untuk meraih gelar doktor forensik pada 24 September 2016, terpaut 23 hari setelah HUT ke-67 Polwan yang jatuh tiap 1 September. Wisudanya tentu sebagai kado terindah untuk institusinya.

Kebahagiaan bertambah, Hastry tak lama lagi menelurkan buku keempat berjudul, 'Kekerasan Perempuan dan Anak Dari Segi Ilmu Kedokteran Forensik.'

"Ini sedang menyusun buku keempat. Jadi ultah Polwan kali ini berasa spesial," beber Hastry.

Wanita kelahiran Jakarta, 23 Agustus 1970 ini, memiliki perhatian begitu besar terhadap perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Kasus ini memiliki tingkat kesulitan untuk dipecahkan.

"Forensik itu tidak hanya memeriksa orang mati, tapi korban yang hidup juga," terang dia.

Kesulitan dalam kasus ini terutama keluarga dan korban kekerasan seksual, tidak segera melapor ke polisi. Sekali pun kasus itu sudah dilaporkan, korban enggan bercerita lepas kepada penyidik atas apa yang dialaminya.

Perannya di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak dalam kasus ini benar-benar diuji. Ia dan penyidik harus berlomba dengan waktu untuk membuat korban berbicara dan menceritakan rincian kejadian.

Semakin lama dibiarkan, bekas luka dan jejak kekerasan akan menghilang. Pada ujungnya, penyidik jatuh pada kesimpulan bekas luka di tubuh korban akibat benda tumpul, begitu kata dia.

Beberapa tahun lalu, ia pernah menangani kasus pembunuhan bocah perempuan usia enam tahun di Wonosobo. Leher korban dijerat lalu dinodai hingga meninggal oleh kakak tirinya.

Pelaku menyembunyikan jenazah korban lima hari di atas langit-langit rumah. Keluarga kebingungan mencari korban sampai akhirnya tercium bau busuk. Korban pun ditemukan.

"Kondisi di Wonosobo dingin, jenazah bisa dibilang masih bagus. Sehingga pemeriksaan jenazah korban tidak ada kendala. Cuaca juga mempengaruhi kondisi jenazah," ia menjelaskan.

Tak hanya kasus-kasus di daerah pelosok, kasus asusila yang melibatkan pesohor seperti artis dan pejabat pernah Hastry tangani. Soal yang satu ini susah-susah gampang, Hastry harus tebal telinga dan banyak bersabar karena pesohor dan pejabat merasa besar hati.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini