News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tradisi Unik Suku Osing Kemiren Banyuwangi Tiap Awal Bulan Haji, Jemur Kasur Pengantin

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tradisi membuat pecel petek untuk tumpeng sewu

TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Masyarakat Suku Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi memiliki tradisi unik, tiap awal Bulan Haji (Dzulhijah).

Mulai dari menjemur kasur pengantin, hingga memotong ayam untuk tumpeng yang dimakan bersama-sama satu kampung. Tradisi ini dikenal dengan Tumpeng Sewu.

Tahun ini Tumpeng Sewu jatuh, Minggu (4/9). Menurut Purwanto, Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Desa Adat Nusantara Suku Osing, Tumpeng Sewu digelar tiap minggu pertama Dzulhijah.

"Sedangkan harinya, antara Kamis (malam Jumat) atau Minggu (malam Senin). Dua hari ini, dianggap baik. Untuk tahun ini digelar Minggu," kata Purwanto.

Di hari itu, masyarakat Kemiren melakukan tradisi mepe kasur (jemur kasur). Masyarakat menjemur kasur secara bersamaan di depan rumah warga. Di setiap depan rumah penduduk berjajar rapi jemuran kasur.

Warna kasurnya pun unik. Kasur-kasur yang dijemur itu memiliki warna yang seragam, yaitu berwarna dasar hitam dengan pinggiran merah.

Sesekali, juga terlihat warga yang sedang memukul-mukul kasur yang mereka jemur itu dengan sapu lidi atau penebah rotan agar bersih.

Kasur-kasur itu merupakan kasur yang dibuat saat pengantin baru. Di Suku Osing Kemiren, tiap satu keluarga tersebut ada yang hendak menikah dibuatkan kasur warna hitam merah. Kasur itu nantinya digunakan mulai malam pertama, hingga seterusnya.

Menurut Purwanto, warna hitam memiliki makna langgeng. Sedangkan merah memiliki makna kerja keras.

Jadi makna dari kasur itu lebih pada membangun keluarga. Bagi laki-laki harus bekerja keras, memenuhi kebutuhan keluarga agar rumah tangga bisa langgeng.

Bagi masyarakat Osing meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit.

Dan khusus bagi pasangan suami isteri, tradisi ini bisa diartikan terus memberikan kelanggengan.

Karena setelah kasur-nya dijemur, akan empuk kembali, sehingga lebih nyaman dan bisa tidur seperti pengantin baru.

“Hang sun rasakaken, sak bare ngetokaken kasur teko umah, umah katon rumyang lan rijig. Mulo iku awak kroso sehat lan ati adem. (Yang saya rasakan, setelah mengeluarkan kasur dari rumah, rumah terlihat bersih. Karena itu saya merasa sehat dan hati tentram,” kata Serat, warga Kemiren dengan logat Usingnya yang khas.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini