Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, darurat kekerasan anak lima tahun terakhir semakin meresahkan masyarakat.
"Komnas Anak memandang Gereja masa kini khususnya Gereja HKBP yang saat ini sedang melakukan Sinode Godang (rapat akbar) untuk memilih dan menetapkan pemimpin yang baru menjadi gereja HKBP inklusif yang harus mampu menyuarakan suara kenabiannya. Khususnya permasalahan anak," ujarnya lewat pesan singkat, Kamis (15/9/2016).
Selain itu, kata dia, kasus pemerkosaan anak secara bergerombol terjadi di beberapa daerah di Sumatera Utara. Seperti Deliserdang, Batubara, Serdangbedagai, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir, Simalungun, Binjai, dan Pematang Siantar.
"Ada juga kasus di Kabupaten Karo, Labuhan Batu, Tanjung Balai dan dibeberapa tempat lainnya telah menunjukkan fenomena yang menakutkan. Sinode Godang HKBP harus mampu menjawab dan merumuskan program tentang permasalahan anak-anak," katanya.
Ia menyampaikan, acara yang berlangsung 12-18 September, harus mampu menjawab dan merumuskan program yang berbasis tantangan jemaat/masyarakat masa kini.
"Misalnya solusi untuk anak korban kemiskinan dan ketidakadilan, korban kekerasan seksual, eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual, korban penganiayaan. Setelah itu, perdagangan anak dan anak korban pornografi dan kejahatan terorisme serta kejahatan korupsi," ujarnya.
Menurutnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai institusi independen yang didirikan oleh pemerintah lintas kemeterian dan lembaga masyarakat memfokuskan diri untuk perlindungan anak di Indonesia.
"Kami mendesak Sinoda Godang HKBP untuk memilih pemimpin yang peduli danmenyuarakan suara gereja baik institusi. Juga harus ada gereja personal terhadap anak maupun fenomena sosial anak yang terjadi di Indonesia," katanya.
Dia menyampaikan, para peserta Sinode Godang HKBP untuk menggunakan hati dan keterpanggilan iman agar memilih pemimpin HKBP masa depan. Sehingga, petinggi gereja peduli dan berkomitmen terhadap anak.
"Anak Indonesia membutuhkan gereja yang inklusif dan membutuhkan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan terbaik untuk anak-anak," ungkapnya.(*)