News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengintip Inovasi Pengolahan Susu Sapi di Genteng Banyuwangi, Lulusan Mesir Pun Memilih Ternak Sapi

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Toton Fathoni, menunjukkan lulur kecantikan buatannya.‎

Manfaat dari kefir masker ini bisa mengeluarkan tumpukan racun kimia di dalam kulit akibat penggunaan berbagai macam cream yg mengandung bahan kimia yang berdampak panjang pada kesehatan.

Selain itu juga bisa melawan tanda tanda penuaan, membantu memutuskan siklus ketergantungan pada cream atau obat racikan tertentu, mencerahkan dan membuat kulit semakin glowing, meremajakan kulit dan meningkatkan kadar air dan collagen pada kulit, membantu mengurangi iritasi, mengatasi masalah jerawat dan lainnya.

Perpaket kefir masker 200 gram dijual seharga Rp 220.000. Biasanya konsumen dari masker kefir milik Toton ini adalah salon-salon kecantikan.

Toton mengatakan, mengolah susu menjadi kefir lebih menguntungkan. Karena kefir akan terus berkembang biak.

"Jadi bisa disebut merawat bakteri," kata Toton.

Selama ini Toton melakukan inovasi-inovasi tersebut secara manual. Berbekal pengetahuan dari mengunjungi peternakan di Mesir, alumni Al Azhar Mesir tersebut mengaplikasikan pengetahuannya di peternakan milik orangtuanya.

Selain melakukan inovasi susu sapi, Toton juga membuka kafe susu, Omah Ngedots di Setail, Genteng Banyuwangi.

Di kafe tersebut, Toton menjual berbagai macam varian susu murni. Tiap hari, Toton mampu menghabiskan 20 liter susu murni.

Saat ini Toton memiliki 6 sapi di peternekan Sumber Luminto milik orang tuanya.

"Dengan mengolah susu murni menjadi produk-produk lainnya, selain memberikan keuntungan lebih juga bermanfaat untuk mendistribusikan susu peternak," kata Toton.

Toton menceritakan, dulu peternakannya pernah memiliki sapi mencapai 20 ekor. Tiap ekor bisa menghasilkan 10 liter susu murni perhari.

Namun yang jadi permasalahan, susu-susu tersebut tidak semua terdistribusikan. Akibatnya banyak susu akhirnya diberikan secara gratis kepada masyarakat.

"Repot, karena kalau tidak diperas susunya tiap hari sapi bisa sakit. Sedangkan apabila kebanyakan susu, bingung distribusinya. Jadi waktu itu solusinya sapi yang dikurangi. Bahkan dulu pernah tinggal dua sapi," kata Toton.

Namun kini, beternak sapi menurut pria kelahiran 5 Maret 1992 tersebut kini menjanjikan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini