Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Deddy Sugarda (58) menjadi terdakwa tunggal dalam kasus pembakaran kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Deddy menjalani sidang pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (26/9/2016).
Menurut dakwaan jaksa, Deddy sendirian mendatangi Kejati Jabar karena ada keperluan dengan Asisten Intelejen Kejati Jabar. Saat itu Deddy membawa tas yang tak diketahui isinya.
Pihak yang ingin ditemui Deddy tidak ada di tempat lantaran bukan hari kerja. Deddy lalu mengeluarkan ponsel setelah mendapatkan jawaban jika yang ingin ditemuinya tidak ada. Tiba-tiba Deddy masuk ke dalam gedung tanpa permisi.
Petugas keamanan segera menyusul Deddy. Namun Deddy telah berada di dalam aula kantor Kejati Jabar sambil menyebarkan cairan dari botol bekas minuman ke arah mimbar. Lalu berkobarlah api.
Setelah membakar isi berikut gedung aula, Deddy keluar gedung Kejati Jabar lalu menuju tiang bendera di halaman depan kantor sambil berkata, "Tuh sudah saya bakar."
"Tidak berapa lama kemudian petugas Polsek Bandung Wetan membawa untuk diamankan guna proses hukum," kata jaksa Eviyanto.
Akibat aksi Deddy, sejumlah bagian gedung dan barang terbakar di antaranya aula seluas 27 meter x 14 meter, kusen jendela timur di ruang Kepala Kejati Jabar di lantai dua, dan sejumlah perabotan serta barang elektronik. Kejati Jabar mengalami kerugian sekitar Rp 170 juta akibat peristiwa itu.
"Penyebab kebakaran adalah tersulutnya barang-barang seperti kain, triplek, kayu, dan barang-barang mudah terbakar lainnya di lokasi sumber api kebakaran," imbuh jaksa.
"Akibat pembakaran yang dilakukan terdakwa, mengakibatkan seluruh barang yang terbakar tidak dapat dipergunakan lagi."
Persidangan kasus pembakaran aula Kejati Jabar dipimpin hakim ketua Lia Hendry Sibarani, didampingi hakim anggota Ambo Masse dan Ruddy Martinus.
Jaksa mendakwa Deddy pasal 187 dan 406 KUHP. Ia terancam hukuman pidana paling lama 12 tahun penjara. Ia menuding Kejaksaan selama ini menjadi sarang koruptor.