Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Anesh Viduka
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Di salah satu sudut ruangan praktek, tampak beberapa kain yang sudah diberi motif dibentangkan di rangkaian kayu.
Batik-batik yang terdiri dari beragam warna dan motif ini merupakan karya dari siswa-siswi SMKN 3 Pontianak yang tergabung dalam komunitas Wadah Kreativitas Anak-Anak Handal (Wardah).
Komunitas Wardah merupakan tempat bagi siswa-siswi SMKN 3 Pontianak praktik membuat batik, yang didirikan oleh seorang perajin batik asal Yogyakarta pada tahun 2012 silam.
"Kebetulan saya dan ibu Ratna Budiati ditunjuk oleh sekolah sebagai pengurus atau pembina di Wardah," Ujar Wasilah Hanim, salah satu guru SMKN 3 Pontianak, Kalimantan Barat, saat ditemui di ruangan praktik pembuatan batik Wardah, Sabtu (1/10/2016) siang.
Sebelum praktik, siswa-siswi tersebut terlebih dahulu belajar teori dengan mengikuti mata pelajaran prakarya membatik.
Setelah pelajaran teorinya selesai barulah dilanjutkan dengan praktik, masing-masing siswa akan mendapatkan satu kain ukuran 2 meter.
Pada saat praktik mereka diberikan kebebasan untuk membuat motif sesuai dengan keinginan mereka, asalkan ada maknanya, dan motifnya harus mengandung ciri khas Kalimantan Barat.
Hingga kini, sedikitnya ada empat motif khas karya pelajar SMKN 3 Pontianak yang sudah dipatenkan di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Pontianak, yakni motif lidah buaya, motif lidah buaya bertahta, motif cakar enggang dan motif kota amoy.
Selain itu juga ada motif pakis, motif kantong semar dan corak insang.
"Untuk membuat cap motifnya kita pesan dari Jawa," kata Wasilah.
Batik karya pelajar SMK ini pun mereka beri nama batik wardah.
Keterampilan siswa-siswi membatik ini juga pernah menarik perhatian warga asing. Sejak pertama dibukanya komunitas ini, wardah sudah mampu melelang batik karya mereka seukuran 2 meter yang dibeli oleh warga Sarawak Malaysia pada acara Borneo International Sumpit di museum Kalbar pada Juni 2012 silam.
"Waktu itu dihadapan semua hadirin dan atlet sumpit Kami buka harga Rp 1,5 juta, dan ternyata laku seharga Rp 4 juta. Itu boleh saya bilang pengalaman yang luar biasa. Kemudian kami juga pernah kedatangan tamu dari Jepang, mereka datang ke sekolah kami untuk melihat proses pembuatan batik," Kenang Wasilah.