TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Talk show bertema 'Membentengi Pancasila dan NKRI dari Ancaman Kebangkitan Komunisme' menghadirkan pemateri Staf Teritorial Daerah Militer Kodam V/Brawijaya Letkol Inf Drs Didi Suryadi MAP di Aula Manunggal Makodim 0829 Bangkalan, Selasa (4/10/2016).
Di sela-sela talk show yang digelar Yayasan An-Nasiriyah itu, Didi Suryadi mengungkapkan, talk show semacam ini sangat strategis dari aspek ideologi dan pertahanan.
Mengingat komunis gaya baru berupaya mempengarui ideologi dan nasionalisme para generasi bangsa.
"Komunis gaya baru memutar balikan fakta. Ketika generasi muda tidak tahu sejarah bangsa, maka apa yang disampaikan komunis gaya baru, itulah yang dianggap paling benar," ungkap Didi Suryadi.
Fakta yang dimaksud Didi Suryadi adalah tragedi Gerakan 30 September atau yang dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI (Partai Komunis Indonesia).
Menurutnya, komunis baru berupaya mempengaruhi pikiran generasi muda dengan menyampaikan bahwa PKI adalah korban.
"Padahal PKI adalah pelaku, melakukan penghianatan, kudeta, dan pembantaian. Mulai 1948 bahkan sebelumnya, ketika mereka (PKI) berpura-pura gabung partai Islam, padahal untuk menghancurkan dan mendirikan komunis," jelasnya.
Ia menambahkan, kegiatan ini sebagai upaya menyadarkan generasi muda akan pentingnya sejarah sebagai wawasan kebangsaan, nilai-nilai negara, dan nasionalisme. Sehingga, generasi muda tidak mudah termakan upaya-upaya yang mengancam keutuhan NKRI dan Ideologi Pancasila.
"Semoga ke depan, lembaga-lembaga pendidikan ataupun Dinas Pendidikan bisa menyebarkan ke seluruh sekolah. Sehingga, kita mempunyai kekuatan lebih dengan visi yang sama," pungkasnya.
Halaman selanjutnya
Selain Didi Suryadi, hadir pula Ketua Umum Front Pancasila Drs Arukat Djaswadi, Sejarawan dan Guru Besar Unesa Prof Aminuddin Kasdi MS, dan tokoh agama dan pendidikan Ustad Drs Zainal Abidin S Pd I.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan Moh Mohni mengatakan, lembaga tersebut telah berani mengambil tema 'Membentengi Pancasila dan NKRI dari Ancaman Kebangkitan Komunisme' di tengah munculnya pertentangan pendapat soal PKI.
"Sekarang saya melihat masih ada pendapat bahwa PKI tidak bersalah, (G 30 S/PKI) tidak dijadikan sebuah tragedi. Tapi itu hanya pendapat-pendapat," katanya di sela-sela talk show kepada insan pers.
Kendati demikian, dijelaskannya, pendapat-pendapat para intelektual secara perlahan telah mengaburkan sejarah tentang PKI atapun G 30 S/PKI. Sehingga, tidak ada lagi mata pelajaran Pancasila ataupun P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) di sekolah.
"Padahal kandungan di dalamnya sangat bagus. Untuk itu, melalui MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) khususnya tingkat SD dan SMP, kami harus samakan persepsi. Minimal para guru punya pemahan sama tentang G 30 S/PKI," jelasnya.
Namun, pihaknya mengaku ada keterbatasan-keterbatasan untuk mengubah kurikulum sekolah karena sudah menjadi kebiijakan pemerintah pusat.
"Tapi barang kali (bisa) kalau menjadi kearifan lokal. Itu pun hanya di tingkat SD/SMP karena SMA sudah diambil alih provinsi," punkasnya.