Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurrahman
TRIBUNNEWS.COM, SAGULING - Warga yang tinggal di Kecamatan Haur Wangi dan Cipatat Kabupaten Bandung Barat (KBB) diimbau untuk waspada. Mereka terancam banjir dari luapan air Waduk Saguling.
Saat ini ketinggian air di Waduk Saguling mencapai 642,90 meter dpl, hanya kurang 17 sentimeter dari titik tertinggi.
Supervisor Senior Geotehnik dan Hidrologi Waduk PT Indonesia Power, Dani Jamaludin, mengatakan pihak PT Indonesia Power sudah memberikan surat imbauan kepada warga di beberapa desa yang paling rawan terkena luapan air dari Waduk Saguling.
"Memang surat sudah disebar ke daerah Desa Bantar Caringin, Bantar Kalong, Cihea, Muara Kidul dan Muara Kaler.
Karena dikhawatirkan terjadi limpasan air pada malam hari," ujar Dani, kepada Tribun Jabar (Tribunnews.com Network) melalui sambungan telepon, Kamis (3/11/2016).
Dikatakan Dani, saat ini pihaknya pun lebih intens melakukan pemantauan water level air di bendungan. Menurutnya, jika curah hujan turun dengan intensitas tinggi, bukan tidak mungkin air akan meluap.
"Sekarang sudah tinggal 17 centimeter lagi menuju limpasan air, diprediksi kalau air terus bertambah besok pagi (hari ini) bisa limpas," katanya.
Ia pun mengimbau kepada warga, terutama yang tinggal di bantaran sungai agar tetap waspada dan selalu berjaga-jaga jika suatu saat air meluap.
"Kalau nanti terjadi limpasan, alarm peringatan akan menyala dan masih ada jeda waktu untuk warga pindah ke tempat yang lebih aman, karena jaraknya kan lumayan jauh," ucapnya.
Menurut pantauan Tribun, kondisi air di hulu Waduk Saguling memang sudah tinggi dan hampir menyentuh batas ambang maksimal.
Ditemui di tempat terpisah, Irin (53), Ketua RW 25, Kampung Cisameung, Kabupaten Bandung Barat, mengaku sudah menerima surat edaran yang diberikan PT Indonesia Power, Rabu 2 November 2016.
Menurutnya, warga yang tinggal di bataran sungai tidak khawatir. Sebab, kondisi tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya.
"Biasanya 10 tahun sekali. Dulu pernah terjadi tahun 1992, 2002, 2009, ini yang ke empat kalinya," ujar Irin, saat ditemui Tribun, di Kampung Cisameung, kemarin.
Luapan paling parah kata Irin, terjadi pada 2009, saat itu ia bersama warga lainnya sampai harus mengungsi ke daerah yang lebih aman. (bb)