TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Panik dan bingung. Itulah yang dirasakan Wayan Sulatra, pemilik boat Gayatri yang harus menyediakan dana sekitar Rp 1,1 miliar untuk biaya pemulangan jenazah nakhoda boat Febianto dan kekasihnya Erni Yuliana Ines.
Menurut informasi sementara yang ia dengar dari Bendesa Serangan, ia mesti merogoh kocek sebanyak itu untuk segala keperluan mengurus kepulangan jenazah kedua korban ke kampung halamannya di Atambua, Kupang, NTT.
Dihubungi melalui sambungan telepon, Sulatra mengaku pusing memikirkan dana besar yang harus ia keluarkan demi tanggungjawabnya selaku pemilik boat Gayatri.
Ia mengaku hingga saat ini belum ada pihak yang membantu untuk meringankan bebannya membiayai seluruh keperluan mengurus jenazah Febianto dan Erni.
Baca: Erni Tewas Tenggelam Dalam Kondisi Hamil, Ini Kronologi Kecelakaan Kapal di Pantai Serangan
Dijelaskannya, saat ini sudah ada bantuan dari pihak watersport untuk biaya peti mati dan es serta tagihan dari rumah sakit.
Sulatra mengatakan, saat ini tengah sibuk mencari tiket dengan harga promo untuk memulangkan jenazah Febianto dan Erni.
"Berbelasungkawa terhadap korban. Sangat membingungkan, perasaan belasungkawa. Punapiang adane musibah (mau gimana lagi, musibah). Tyang mangkin sakit sirah ngurusin (Saya sekarang pusing) di mana ngalih pis (nyari uang). Keluarga malih jebos (sebentar lagi) bilang ada promo untuk pengiriman jenazah," ujarnya lirih, Rabu (9/11/2016).
"Untuk sementara mangkin belum ada info terkait bantuan dari bendesa atau pihak lainnya. Baru ada bantuan peti mati dan es juga biaya perawatan rumah sakit," tambahnya.
Dia makin terdesak, manakala cicilan kredit pembelian boat Gayatri sudah menjelang tenggat waktu.
Untuk sementara, terpaksa pria yang juga seorang pemangku ini meminjam uang di sana-sini.
Permasalahan makin pelik manakala boat Gayatri yang merupakan salah satu penghasilan keluarganya kini sudah tidak layak dipakai karena mesin dan kapalnya kemasukan air laut.
Jika hendak diperbaiki, menurutnya, perlu mengeluarkan biaya hingga Rp 25 juta.
Boat tersebut pun masih ditahan polisi untuk keperluan sebagai barang bukti.
Baca: Jenazah Tiga Korban Kapal Tenggelam Diperiksa, Kehamilan Erni Tak Terdeteksi
Hal ini mengakibatkan ia tak lagi memiliki sumber penghasilan.
"Kapal ini dibeli Agustus lalu. Baru saja, ini pun masih dalam masa percobaan, ada sekitar 3 bulan belum balik nama dari pemilik sebelumnya. Setelah ini kan mau saya coba sambil kumpulin rezeki untuk lunasi kapal dan balik nama. Tapi keburu ada musibah seperti ini. Belinya sekitar Rp 60 juta. Wawu tiang nyilih pis (baru saja saya pinjam uang) di LPD Pedungan untuk lunasi beli kapal. Dua hari lagi mau lunasi kredit dan ditambah lagi bayar biaya pengiriman jenazah. Ampun panik tyang niki (sudah panik saya sekarang"," lirihnya.
Disinggung mengenai izin pelayaran dan SKK nakhoda serta boat miliknya, Sulatra mengatakan, baik sang nakhoda maupun boat miliknya telah mengantongi izin.
Demikian juga dengan perlengkapan keselamatan, menurutnya, telah ada di dalam boat tersebut.
Pihaknya mengaku telah memenuhi panggilan dari pihak penyidik Polair Polresta Denpasar.
Menurutnya, ada sejumlah poin yang ditanyakan dalam pemeriksaan.
Di antaranya menyangkut izin boat, keberadaan dirinya saat kecelakaan terjadi, dan perlengkapan keselamatan di dalam boat.
"Wenten surat izin pelayanan dan SIM nakhoda," katanya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Perairan Polresta Denpasar, Kompol Ketut Suparta, masih belum bersedia untuk menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap Sulatra dan pihak manajemen Serangan Watersport.
Menurutnya, hingga kemarin total sudah ada 9 orang saksi yang diperiksa.
Mereka di antaranya adalah pemilik kapal dan karyawan Serangan Watersport.
"Saya nggak boleh ngasih hasil pemeriksaan. Kok materi pemeriksaan ditanya. Yang penting sudah saya periksa. Dalam penyelidikan ini kita sudah periksa pemilik kapal, nanti akan kita tambahkan lagi. Materi pemeriksaan nggak bisa saya kasih, entar saya salah ngomong," katanya.
Ditanya terkait izin boat dan nakhoda, Suparta mengaku masih belum dapat menyimpulkan dan masih harus melakukan penyelidikan.
Menurutnya, ia masih perlu berkoordinasi dengan stakeholder lainnya guna mencari tahu terkait izin boat dan nakhoda.
"Ya kita sedang mencoba menyari itu (unsur kelalaian). Saya juga masih dalami. Itu lah namanya lidik, kita masih lidik, kita belum tahu. Kalau sudah selesai lidik ada gelar perkara, baru setelah itu polisi bisa memutuskan. Saya tidak mau menyampaikan materi pemeriksaan ya. Nanti saja hasil gelar akan diumumkan. Tunggu dulu lah. Sabar dulu. Kita masih tahap bekerja," katanya.