TRIBUNNEWS.COM - Masjid tanpa nama yang dijadikan markas kelompok radikal di Samarinda diambil alih masyarakat.
Masjid tersebut kemudian diberi nama Al Islah.
Masjid tersebut persis berhadapan dengan Gereja Oikumene Sengkotek, Samarinda, yang menjadi sasaran teror bom kelompok radikal pada Minggu (13/11/2016) lalu.
Hari ini, Jumat (18/11/2016), masyarakat memakai masjid Al Islah untuk shalat Jumat perdana.
Padahal, sebelumnya, masjid tanpa nama itu tidak dibuka untuk umum dan hanya digunakan oleh kelompok radikal, termasuk tersangka pelaku teroris, Johanda alias Jo.
Camat Loa Janan Ilir, Nofiansyah Indra Hakim, mengatakan, nama Al Islah diambil karena memiliki arti perdamaian.
Warga sekitar masjid ingin suasana lingkungan tempat tinggal mereka selalu aman dan damai meski berdampingan dengan tempat ibadah agama lain.
“Kita mengembalikan fungsi seperti semula. Masjid ini mulanya kan untuk berbagai pihak juga untuk fardu kifayah jadi difungsikan seperti biasa. Kita ambil alih, ini masjid milik masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, dulunya masjid tersebut dipakai seperti biasa oleh masyarakat dan hanya berbentuk mushala.
Tiba-tiba datanglah sekelompok orang, yang salah satunya adalah Jo, menempati masjid tersebut.
Jo bahkan tinggal di masjid tersebut dan sekaligus menjaganya.
Ketika kelompok Jo datang ke masjid itu, nama mushala berubah menjadi masjid Mujahidin.
Namun, lama-kelamaan, masjid itu tidak boleh digunakan oleh masyarakat dan plang namanya dicabut.
“Sebelumnya, mushala ini milik masyarakat karena ditempati oleh tersangka, ya kita percayakan."