Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sejumlah seniman, budayawan, aktivis, purnawirawan TNI, pejabat, melakukan pertemuan untuk membahas mengenai persiapan digelarnya Kongres Kebudayaan. Pertemuan digelar di Wisma Perdamaian, Jumat (2/12/2016).
Diskusi yang dikemas dalam Focus Group Discussion (FGD) ini, terlihat sejumlah tokoh budayawan yakni Ahmad Tohari, Sutanto Mendut, serta sejumlah budayawan dan sastrawan dari berbagai daerah di Indonesia lainnya.
Selain itu terlihat hadir Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai, dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid. Juga GUbernur Jateng Ganjar Pranowo.
Dalam FGD ini, masing-masing yang hadir menyampaikan pemikiran mengenai rencana digelarnya Kongres Kebudayaan. Hasil pemikiran tersebut akan dijadikan konsep dalam Kongres yang diperkirakan digelar pertengahan 2017 mendatang.
Sastrawan dan budayawan Ahmad Tohari, yang ikut dalam FGD juga turut menyampaikan pemikirannya. Bahwa dalam kondisi sosial kebudayaan yang ada saat ini, menurutnya, tujuan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamirkan sejak 71 tahun lalu belum tercapai.
Ia juga menyampaikan keprihatinannya pada situasi Indonesia beberapa waktu terakhir. Menurutnya, sudah banyak simbol-simbol negara yang justru dihina oleh warga negaranya sendiri.
"Mbok ya, kita menganganggap negara ini sebagai lembaga yang suci entah apapun agamanya," tuturnya.
Ia meminta pada semua pemimpin di berbagai elemen mulai dari pemerintah, politik, hingga pemimpin agama, untuk selalu ingat dengan hak dan kewajiban serta tanggungjawabnya sebagai pemimpin. Sehingga, Pancasila yang sudah disepakati sebagai dasar negara bisa tetap dihormati.
"Passwordnya untuk menjaga Pancasila adalah eling (ingat). Eling jadi Gubernur, eling jadi aparat, eling jadi Ulama, eling jadi suami," ujarnya.
Usai acara, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat ditemui mengungkapkan, terdapat 12 catatan yang ia peroleh dari penyampaikan pemikiran yang disampaikan peserta FGD.
Di antaranya kegelisahaan sebagai warga negara, kearifan lokal, relasi sosial, relasi politik, relasi agama, relasi ekonomi, dan lainnya.
"Dalam konteks ke-Indonesia-an, kok ini saya simpulkan ada ketidak adilan sosial," ungkap Ganjar.
Setelah FGD di Jateng ini, lanjutnya, nantinya juga akan dilakukan kegiatan keliling daerah untuk memotret dan menyerap kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Yakni ke Papua, Halmahera, Kalimantan, Bali, Medan, Aceh dan sebagainya.
"Jadi nanti ada rally yang panjang, bentuknya berbincang dengan masyarakat setempat," katanya.
Adapun target yang akan diraih melalui Kongres Kebudayaan ini, kata Ganjar, adalah harmonisasi dan saling menghormati. Rally panjang ke sejumlah daerah itu harus dilakukan sebelum Kongres.
"Bentuknya Kongres belum tahu. Tapi kita ingin membuat harmoni Indonesia di tengah geo-politik dunia yang luar biasa ini," katanya.(*)