Namun Dewi Sartika tak menamatkan pendidikannya, ketika ayahnya ditangkap akibat melawan pemerintah Belanda.
Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu terancam dengan adanya bom yang ditemukan di bawah panggung pacuan kuda di Tegallega Bandung.
Pemerintah Kolonial Belanda membuang ayah dan ibu Dewi Sartika ke Ternate. Dewi Sartika tinggal dengan pamannya di Cicalengka sampai menginjak usia 18 tahun.
Dewi Sartikka menjadi satu-satunya wanita yang bisa membaca dan menulis di lingkungan tempat tinggalnya.
Ia pun sering dimintai pertolongan untuk menulis atau membacakan surat.
Berawal dari situ, ia berpikir jika banyak wanita yang tak bisa membaca dan menulis itu bisa membahayakan kehidupan kaum perempuan.
Dewi Sartika mendirikan sekolah pada 16 Januari 1904. Sekolah yang dinamakan Sakola Istri itu berlokasi di Paseban Wetan di komplek pendpopo dalem Kabupatian Bandoeng.
Sakola Istri menjadi sekolah pertama dan tertua di Indonesia khusus kaum wanita.
"Bung Karno baru belajar berdiri, Bung Hatta baru belajar membaca, Dewi Sartika sudah berjuang melalui pendidikan. Dia sudah memulai (perjuangan) di Tanah Pasundan, sehingga sangat layak diberi penghormatan di hari lahir beliau," kata Kabid Kepemudaan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bandung, Sony Teguh Prasetya. (cis)