TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Lega. Kata yang menggambarkan suasana peresmian Pedestrian Malioboro, yang dilakukan langsung oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Kamis sore (22/12/2016) lalu.
Senyum tak berkesudahan mengembang di wajah tiap orang yang memadati area khusus pejalan kaki tersebut.
Mulai dari para pemangku kepentingan di Pemda DIY, Pemerintah Kota Yogyakarta, Kepala SKPD DIY, anggota komunitas Malioboro, pengelola proyek, hingga masyarakat umum yang dalam kesempatan tersebut bisa berjabat tangan langsung dengan orang nomor satu di DIY.
Diawali dari Kepatihan, perjalanan Sultan menuju Gedung DPRD DIY yakni titik peresmian digelar, diwarnai dengan dialog dengan berbagai pihak.
Mulai dari pihak Dinas PUP ESDM ketika membahas water fountain dan penempatan bunga soka di sepanjang jalan Malioboro, dan juga dialog dengan pemilik PKL dan Toko di sepanjang Malioboro.
Momen tersebut benar-benar dimanfaatkan Penguasa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut untuk meninjau komponen penting dari wajah baru Malioboro tersebut.
Satu di antaranya adalah jalur difabel, di mana Sultan melihat dan menanyakan langsung terkait masukan para difabel terkait Pedestrian Malioboro tersebut.
Pada saat menyampaikan arahan sebelum meresmikan Pedestrian Malioboro, Sultan meminta semua pihak agar mengkritisi hasil pengerjaan revitasilasi Malioboro selama tahun 2016 tersebut.
Nantinya, kritik dan saran dari masyarakat tersebut akan digunakan sebagai modal penting untuk revitalisasi Malioboro tahap II yang dilangsungkan pada 2017 mendatang.
"Jangan sampai mengkritisi ketika sudah jadi semua, kan repot. Jangan dibiasakan seperti itu. Kalau dari awal terlihat tidak pas, dikritisi. Sehingga hasil itu baik, kita yang mengerjakan ya puas," tuturnya.
Kepada para PKL, Sultan memiliki pesan khusus. Ia meminta agar PKL tidak resah dengan adanya proyek revitalisasi Malioboro.
Sultan menegaskan bahwa ia tidak memiliki rencana untuk menggusur keberadaan PKL di Malioboro.
"Kekuatan Malioboro ada di PKL. Itu untuk transaksi mesyarakat ekonomi menengah," bebernya.
Lebih lanjut, Sultan menjelaskan konsep penataan PKL, termasuk pada saat mereka tutup di mana biasanya barang dagangan mereka terkemas dalam peti yang tertutup dengan tenda atau terpal.
Nantinya, ketika wajah Malioboro baru telah tampil sempurna, pemandangan tersebut harus hilang.
"Nah mungkin dari PKL ada usul untuk itu. Mungkin tidak bisa naruh stok bisa underground sehingga begitu tutup juga bersih dan tidak ada peti-peti," ucap Sultan. (*)