Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Tokoh warga Bugis Bali, Zaenal Thayeb, menyatakan transmigrasi sebagai solusi cukup prematur untuk warga Kampung Bugis yang sudah berdiam puluhan tahun di tanah lahirnya, Pulau Serangan Bali.
Ikatan kultur budaya Bali-Bugis sudah cukup melekat. Apalagi, warga Bugis juga merupakan suku dari keturunan pelaut dan tidak mungkin cocok jika akan menjadi seorang petani.
"Warga di sana ialah warga pelaut atau nelayan. Mereka bekerja turun temurun menjadi nelayan. Tidak akan mungkin menjadi petani atau tinggal di gunung dan tempat yang bukan pesisir," ujar Zaenal kepada media usai peresmian pengurus Pertina Bali di Wantilan DPRD Provinsi Bali, Sabtu (7/1/2017).
Zaenal mengaku, memang hukum tetap jalan antara sengketa orang Bugis dengan orang Bugis. Akan tetapi, nasib saudaranya itu juga mesti dipikirkan oleh pemerintah.
Menurut dia transmigrasi tidak cocok untuk warga Bugis Serangan yang tergusur. Sebanyak 360 orang Bugis Serangan sudah terbangun dengan tatanan sosial dan cara hidup dengan adat Bali.
"Kalau 10 orang, saya pribadi pasti bisa menampung. Tapi kan ini hampir 400 orang atau 360an oranglah. Pasti butuh solusi dari anggota dewan dan pemerintah," ungkap dia.
Warga Bugis Serangan terdampak penggusuran sudah sampai telinga Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hingga saat ini hanya sebatas upaya sementara yang dilakukan berupa pendirian tenda-tenda dan bantuan-bantuan.
Ia secara pribadi berterimakasih kepada Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang sudah mau mengklarifikasi pernyataannya yang mengaku hanya ada 3 KK.
"Rasanya sudah terjawab kemarin Pak Gubernur dikibulin orang kan. Saudara di sana memang tidak bisa jauh dari Pulau Serangan, karena ikatan emosi dengan makam leluhur dan juga kami selalu ikut ketika ada kegiatan yang berhubungan dengan Puri Pemecutan," jelas dia.