Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK- Ratusan aktivis dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia, Aliansi BEM Fakultas Se-Untan, BEM REMA IKIP PGRI Pontianak, yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat (AMKB) dan Solmadapar menggelar aksi penolakan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat di Bundaran Monumen Sebelas Digulis, Jalan Jend A Yani, Pontianak, Kamis (12/1/2017) sekitar pukul 16.16 WIB.
Aksi para aktivis ini, merupakan bagian dari Aksi Bela Rakyat 121 yang secara serentak digelar di seluruh Indonesia.
Selain membawa sepanduk, poster yang memuat berbagai tulisan tuntutannya. Para aktivis juga memboyong boneka berbentuk jenazah.
Tampak pengamanan ketat personel TNI/ Polri, baik yang mengawal peserta aksi maupun yang mengurai kepadatan arus lalulintas, karena pengendara yang melintas, memperlambat laju kendaraannya di kawasan ini.
Suasana sempat memanas tatkala para aktivis membakar ban motor bekas di jalan. Personel Polri pun sigap memadamkan api menggunakan tabung Alat Pemadam Api Ringan (APAR), beruntung, aksi ini tak memancing kericuhan lebih lanjut.
Koordinator Aliansi Mahasiswa Kalimantan Barat yang juga selaku Koordinator BEM SI wilayah Kalimantan Tengah dan Barat, Muhammad Suriansyah mengungkapkan, persembahan kado tahun baru pemerintah, menjadi kejutan yang menggelitik hati masyarakat.
"Awal tahun yang seharusnya menjadi momentum untuk membangun kembali harapan dan perbaikan bangsa malah tercederai oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat," ungkapnya disela-sela aksi.
Lanjutnya, bukan sekedar kabar burung lagi, bahwa pemerintah memberlakukan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) bagi pelanggan 900 VA sebesar 123,4 persen secara berkala, dengan alasan penyesuaian tarif subsidi agar tepat sasaran.
"Padahal pada tahun 2015, pemerintah juga menghilangkan subsidi listrik golongan 1.300 VA dan 2.200 VA, dengan dalih yang sama tetapi dalam kenyataan kita tidak melihat optimalisasi pelayanan PLN yang merata di seluruh wilayah Indonesia," jelasnya.
Menurut Suriansyah, dengan kebijakan ini dapat dilihat bahwa pemerintah benar-benar membebankan pemasukan negara kepada rakyat.
"Dan hanya mengandalkan pendapatan negara dari 'memeras' uang yang menjadi pengeluaran pokok atau kebutuhan utama masyarakat. Naiknya harga di berbagai komoditi, juga membuat rakyat semakit terjerat dalam masalah perekonomian," tegasnya.
Selain itu menurut Presiden BEM REMA IKIP PGRI Pontianak ini, perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 50 tahun 2010 ke PP No 60 tahun 2016, menurutnya juga menyebabkan kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan menjadi dua hingga tiga kali lipat.
Hal ini dinyatakan sebagai langkah praktis untuk mendongkrak penerimaan pendapatan negara, terutama yang bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Akan tetapi mengatasi kebocoran APBN dengan membebankan biaya tinggi kepada masyarakat, tidaklah terdengar sebagai cara yang bijak untuk menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang 'katanya' merakyat," ujarnya.
Lebih memalukan lagi, berbagai keterangan pers yang mewakili Pemerintah dan DPR di media massa nasional, terkesan saling melempar tanggungjawab dan minim koordinasi di masa pemerintahan yang memasuki tahun ketiga ini.
"Antara Kepala Kepolisian RI, Menteri Keuangan, Menko Perekonomian dan bahkan Presiden sendiri, menambah kebingungan di pihak masyarakat," terangnya.
Masuknya investasi negara asing di Indonesia, khususnya di wilayah Provinsi Kalbar, membuat Bumi Khatulistiwa kebanjiran Tenaga Kerja Asing (TKA), hingga Kalbar dijuluki 'Surganya' pekerja asing.
Beberapa kasus ditemukannya penyalahgunaan bebas visa untuk bekerja, menjadi pukulan telak bagi pemerintah dalam melakukan proteksi terhadap serbuan para pekerja asing yang didominasi oleh TKA asal negara RRC.
"Menghancurkan kehidupan buruh di negara ini, dengan mendatangkan kuli-kuli asing, apakah ini janji tentang 10 juta lapangan kerja yang digelorakan pemangku kebijakan tertinggi, Presiden yang terpilih dengan uang rakyat Rp 7,9 triliun," jelas Suriansyah.
Melihat kondisi ini, Aliansi Mahasiswa Kalbar menyatakan sikap, mendesak Presiden RI, Ir Joko Widodo untuk membatalkan kenaikan tarif dasar listrik untuk rakyat kecil pelanggan daya 900 VA.
"Menolak secara tegas PP No 60 tahun 2016 dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut PP tersebut. Kemudian, mendesak pemerintah untuk mengembalikan harga kebutuhan pokok di pasar, sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia," ujarnya.
Selanjutnya, AMKB menuntut pemerintah untuk menindak tegas imigran gelap dan TKA ilegal. Serta menerapkan kebijakan yang sesuai kebutuhan pro kepada rakyat Indonesia.