Laporan Wartawan Tribun Medan, Royandi Hutasoit
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Masih ingatkah Anda akan sosok polisi jujur, Brigadir Polisi Kepala Seladi asal Malang, Jawa Timur yang gigih menjadi pemulung sampah dan menolak uang sogokan, tidak lakukan pungli?
Ternyata kisah inspiratif seperti itu terdapat pada diri Si Polisi Sayur berikut ini.
Kisah ini bermula Kamis (2/2/2017) ketika Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel, memberikan penghargaan kepada personel polisi berprestasi yang ada di jajaran Polda Sumut.
Dari sekian banyak personel polisi yang mendapat penghargaan, satu personel polisi mendapat penghargaan yang unik dari Kapolda Sumut, yaitu Si Polisi Sayur.
Penghargaan ini diterima Bripka Wahyu Mulyawan yang bertugas di Polsek Medan Labuhan.
Usut punya usut, ternyata Bripka Wahyu yang tinggal di Jalan Yong Panah Hijau, Lingkungan 3 Gang Mawar, Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan ini ternyata memiliki kegiatan sebagai pedagang sayur dan membina petani-petani sayur di samping kegiatannya sebagai polisi yang bertugas di Bhabinkamtibmas Polsek Medan Labuhan.
Saat disambangi Tribun Medan ke tempat dia beraktivitas sebagai pedagang sayur yang tidak jauh dari rumahnya, Bripka Wahyu yang mengenakan seragam cokelat kebanggaannya berkali-kali mengangkat sayur mayur dari becak barang yang silih berganti datang ke gudang sayur miliknya.
Gudang tempat menempatkan sayur mayur tersebut juga merupakan buah karya dari Bripka Wahyu untuk membantu para petani untuk menyalurkan hasil pertaniannya dengan harga pasaran (sesuai standar pasar).
Sayuran hasil pertanian para petani ini disalurkan ke berbagai penjuru pasar di Kota Medan.
Saat diajak berbincang, Wahyu dengan bangga memperkenalkan bahwa dirinya adalah Polisi Sayur.
Kebanggaannya ini dia sampaikan karena dia merasa dirinya sangat berguna bagi masyarakat yang dia bantu dengan cara menjadi pedagang sayur mayur.
"Perkenalkan saya polisi sayur," ujar Wahyu sambil tertawa seraya menyalami wartawan yang berkunjung ke gudang sayur tersebut, Kamis sore (2/2/2017).
Sungguh tak diduga, Bripka Wahyu menggadaikan rumahnya untuk memeroleh modal melakukan usaha pemberdayaan ini.
"Modal awal saya ini dari menggadaikan rumah. Istri mendukung, cuma sempat khawatir. Istri saya pun sempat nyuruh saya tidur di garasi karena hal ini. Cuma sekarang sangat mendukung," ucapnya sembari tertawa.
Ia bercerita bahwa setiap harinya dirinya memang selalu berkutat dengan sayur mayur hasil dari petani yang ada di sekitar lingkungan tersebut, baik yang dibinanya, maupun warga yang masih bekerja sediri-sendiri.
"Hasil sayuran dari petani binaan kami. Ada juga memang dari petani yang lain. Tapi kami lebih mengutamakan yang dari petani binaan. Berapa banyak pun yang diantarnya. Tidak pernah kami tolak dan harganya sesuai harga pasaran," bebernya.
Wahyu memaparkan bahwa mereka dari usahanya ini sudah membuat dunia pertanian yang ada di daerah tersebut seakan bergairah lagi seperti dahulu kala.
"Sempat redup memang hasil pertanian di sini. Sekarang Alhamdulillah sudah mulai semakin digeluti para warga," ujarnya.
Ia menceritakan bahwa mereka bisa menjual sayuran sebanyak enam pikap setiap harinya, dan selisih harga jual mereka dengan hasil pertanian warga hanya Rp 1.000 setiap kilonya.
Hal ini menurutnya selalu dia sampaikan kepada para petani, sehinga pada saat harga barang turun dan naik petani pun tetap percaya kepada mereka.
Wahyu bercerita inisiatifnya untuk mendirikan persatuan pedagang Kamtibmas ini adalah berawal dari kegelisahannya saat melihat sayur mayur milik petani dipermainkan para pedagang yang jahat.
Harga sayur mayur para petani kerap kali tidak dihargai oleh para pedagang tersebut.
"Di depan sana kan ada pasar. Dulu di sana aja dijual para warga ini. Saya pun dulu jualan di sana pertama kali. Kenapa saya terjun jualan ini? Karena saya tidak tega dengan para petani ini. Bawa hasil panen dari ladang, hingga malam gak ada yang beli. Kemudian malam, datanglah tauke-tauke yang mau beli dengan harga yang sangat murah," ujarnya.
Dari hasil berdagangnya ini, Wahyu memaparkan bahwa setiap bulannya mereka bisa rata-rata meraup untung hingga 28 juta rupiah.
Ia juga sudah mempekerjakan empat pegawai yang digaji Rp 700 ribu setiap minggunya.
"Penghasilan kami setiap bulan ini kami bagi dua. Setengah buat saya dan setengah lagi dengan perkumpulan pedagang kamtibmas. Kemudian bagian saya setengahnya saya sumbangkan ke Zakat. Nah ada juga penghasilan kami pada hari Jumat itu kami sumbangkan ke masjid-masjid," ujarnya.
Sumardi salah seorang petani yang datang menjual hasil pertaniannya bercerita bahwa dirinya sangat nyaman sejak kehadiran dari Bripka Wahyu yang mau masuk ke pasar dan membeli dagangan dari petani.
"Dulu susah jualan. Ini tinggal antar aja ke gudang. Kalau dulu saya harus lama di pasar sana menjualnya. Kena panas. Sayuran saya pun jadi enggak segar lagi. Harganya pun sudah turun," ujarnya. (*)